Wednesday, January 29, 2020

Tips Menghadapi UTBK


TIPS MENGHADAPI UTBK

Halo adik-adik kelas XII, pasti lagi deg-degan nunggu waktu pelaksanaan UTBK kan. Semoga SUKSES yaa buat kalian semua. Aku tau banget apa yang kalian rasain sekarang. Tapi dibawa santuyy aja ya guyss. Sebenarnya UTBK itu gak susah kok, asal kalian persiapin diri kalian matang-matang. So, aku yakin pasti kalian akan bisa kerjain soal UTBK dengan maksimal dan diterima di PTN impian kalian.

Pastikan Aktif Mengikuti Info Seputar UTBK


Salah satu hal penting dan yang harus kalian lakukan adalah ikutin terus info-info mengenai UTBK (jadwal, dll). Karena gak lucu kan, kalo perjuangan kalian harus terhempas ke laut, cuma gara-gara ketinggalan jadwal (baik pendaftaran atau testnya). Jadi, kalian harus selalu pantengin blog atau akun media social LTMPT untuk depetin info terbarunya.

Jangan Salah Ambil Jurusan


Ininih masalah yang paling sering dihadapi oleh kaum anak SMA kelas XII. Hampir 80% dari mereka pasti baru mikirin mau lanjutin kemana. Padahal ini nih yang bisa buat semuanya malah jadi tambah berantakan. Biasanya sih kebanyakan dialamin oleh anak IPA. Mereka pasti berbondong-bondong pingin pindah jurusan. Katanya sih cape ngeliat FISIKA sama KIMIA, haha. Kalian gini juga gak ni? Kalo kalian tipe murid yang kaya gini, kalian harus segera ambil keputusan, karena untuk pindah jurusan itu gk mudah. Kalian harus belajar lagi dari awal. So, piker matang-matang ya guys kalian mau jadi tim SOSHUM atau SAINTEK nih.

Pahami Cara Belajar yang Tepat


Bagi anak kelas XII gak perlu nih yang namanya perfectionism. Kalian gk perlu belajar banyak-banyak tapi ujungnya enggak guna. Jadi aku saranin kalian pelajari aja apa yang diperluin dan usahakan dengan cara yang tersingkat tapi tetep beber ya guys. Pelajari soal-soal UTBK tahun lalu, karena tahun lalu UTBK tahap I dan II jenis soalnya sama, jadi aku yakin kalo nilai UTBK pertama kalian kurang memuaskan jangan khawatir masih ada sesi yang ke II kok. Tapi buat kalian yang mengandalkan dewi fortuna, biasanya sih nilai UTBK yang pertama akan lebih besar disbanding sesi selanjutnya.

Serius Tapi Jangan Over


Buat kalian yang masih suka main-main atau keluyuran, ditahan dulu ya. Jangan sampai kalian nyesel nantinya, karena kalian gak bisa dapetin univ yang kalian pinginin. Belajar yang serius dulu yaa guys, karena ini buat masa depan kalian. Ehh, tapi jangan terlalu serius juga yaa,. Jangan dijadiin beban, have fun aja belajarnya. Belajar itu seru juga kok, hehe. Perhatiin juga kesehatan, biar gak sakit nanti J.


Thursday, January 23, 2020

TETESAN KERINGAT SEBAGAI BUKTI PERJUANGAN


TETESAN KERINGAT SEBAGAI BUKTI PERJUANGAN

Sudah hampir 74 tahun sejak Indonesia merdeka, namun semangat perjuangan masih setia menghiasi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Perjuangan bukan hanya dilihat ketika seseorang mengangkat senjata dan mengarahkannya pada musuh. Perjuangan ada ketika kita selalu berusaha menggapai puncak tanpa adanya keluh kesal. Pahlawan adalah sebutan bagi para pejuang tersebut. Dalam mengisi kemerdekaan ini, pahlawan adalah seseorang yang berjuang demi diri, keluarga, hingga bangsa ini. Hal-hal kecil yang mereka lakukan, meskipun tak jarang orang lain memandangnya dengan sebelah mata juga merupakan upaya yang mereka lakukan untuk membangun bangsa ini.
Mengingat Indonesia yang masih tergolong sebagai negara berkembang, tentu masih banyak rakyat yang harus menghidupi diri dan keluarganya melalui profesi yang mungkin tergolong rendah. Upaya yang mereka lakukan hingga menguras tenaga mungkin memberikan hasil yang tak sebanding dengan usaha mereka. Petani, nelayan, pedagang kaki lima, petugas kebersihan, dan masih banyak lagi pekerjaan yang selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pandangan rendah masyarakat tak jarang membuat sebagian orang malu untuk melakukan pekerjaan tersebut dan lebih memilih untuk menjadi pengangguran. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab Indonesia masih tergolong sebagai negara berkembang.
Tingginya tingkat penggangguran di Indonesia menyebabkan kualitas taraf hidup masyarakat rendah. Pola pikir masyarakat yang selalu dibatasi oleh pandangan masyarakat lainnya menyebabkan mereka lebih memilih jalan yang salah. Padahal apabila mereka mau bekerja keras, apapun profesi yang mereka jalani tentu akan dapat membantu perekonomian mereka. Bahkan secara tidak langsung mereka telah berperan aktif dalam membangun Indonesia menjadi negara yang maju.
Akan tetapi, tidak semua orang memiliki pola pikir yang sama. Sebagian dari mereka mampu menekan ego yang dimilikinya dengan berpikir lebih realistis untuk menuju ke depan. Seperti salah satu narasumber yang telah berhasil penulis wawancarai pada tanggal 30 Juli 2019 lalu. Bapak Lukman adalah seorang pedagang kaki lima yang menjual bakso sebagai mata pencahariannya. Ia adalah seseorang yang sangat gigih dalam melakukan pekerjaannya. Hampir setiap hari selama 10 tahun ia berjalan mengelilingi daerah yang sama untuk menjual baksonya. Meskipun hujan dan panas menerpa ia tak pernah bosan menghampiri setiap rumah dan memasuki setiap gang yang ada untuk menawarkan baksonya. Walaupun tak jarang ia rugi memasuki gang karena tidak ada satupun orang yang mau membeli dagangannya. Beberapa kilometer yang ia susuri adalah usaha yang ia lakukan sebagai bukti cintanya pada keluarganya. Semangat yang dimilikinya kini adalah perjuangannya sebagai tulang punggung keluarga.
“Saya bekerja ya buat keluarga, trus siapa lagi hehe…” itulah kalimat yang keluar dari mulut Pak Lukman ketika penulis bertanya alasan ia bekerja sampai malam walaupun sepi pembeli. Keluarga adalah alasan utamanya untuk meneteskan keringat di sepanjang langkahnya. Kemungkinan sekecil apapun tak pernah diabaikannya. Ia selalu bersyukur masih diberi kesehatan, sehingga bisa aktif melakukan pekerjaannya.
Melihat perjuangan dan semangat yang dimiliki Pak Lukman, membuat penulis tersentuh. Sosok seperti Pak Lukman ini adalah sosok pahlawan masa kini yang berjuang demi keluarga untuk membangun masa depan yang lebih indah. Kisah perjalanan hidupnya dalam berkarir dapat memberikan pelajaran bagi kita semua dalam memberikan pandangan akan suatu pekerjaan. Setiap profesi memiliki tingkatan yang sama apabila kita dapat mengubah sudut pandang kita pada profesi itu sendiri. Hal yang kita anggap kecil bisa menjadi sesuatu yang besar bagi orang lain. Bahkan hal kecil itu mungkin akan sangat bermanfaat bagi bangsa ini. Hal tersebut sama seperti kata pepatah “sesuatu yang besar dapat terjadi karena hal-hal kecil”. Sebagai satu bangsa dengan tujuan yang sama, kita harus saling mendukung satu sama lain, bukannya malah saling menjatuhkan.

“Mari bangun bangsa ini bersama-sama, karena kita adalah pahlawan masa kini
yang bertugas dalam mengisi kemerdekaan untuk membawa Indonesia
melangkah lebih maju.”

JIWA RAGAKU INDONESIA


JIWA RAGAKU INDONESIA

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman. Beraneka ragam ras, suku, adat, budaya, bahasa, hingga agama dapat kita jumpai di Indonesia. Keragaman tersebut telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, itulah makna “Bhinneka Tunggal Ika” yang menjadi semboyan bangsa Indonesia. Keragaman berarti perbedaan. Perbedaan bukanlah alasan untuk terpecah belahnya suatu bangsa, melainkan suatu alat untuk pemersatu bangsa. Keragaman yang kita miliki adalah kekayaan bangsa kita. Keindahan budaya daerah yang kita miliki bahkan telah diakui oleh dunia.
Keragaman budaya merupakan salah satu peninggalan leluhur bangsa kita yang sangat berharga. Nenek moyang kita telah menjaga dan melestarikan keragaman budaya tersebut secara turun temurun, sehingga kini kita dapat mengenal budaya tersebut. Kita harus melanjutkan perjuangan para leluhur kita dalam mempertahankan budaya Indonesia. Sebagai generasi muda penerus bangsa, sudah sepatutnya kita mencintai dan menghargai budaya kita sendiri agar anak cucu kita dapat mengenal budaya bangsa mereka.
Budaya Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia. Dalam jiwa dan raga rakyat Indonesia telah tertanam nilai-nilai luhur yang terkandung pada setiap budaya yang kita miliki. Nilai-nilai tersebut merupakan penghubung dari setiap perbedaan yang ada, agar tidak terjadinya perpecahan. Namun, kini nilai-nilai tersebut mulai menipis seiring berkembangnya era globalisasi.
Menurut KBBI, globalisasi merupakan proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Era globalisasi merupakan zaman dimana telah masuknya berbagai kebudayaan luar ke Indonesia. Kebudayaan tersebut sangat berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Namun, kebudayaan tersebut telah berhasil memasuki celah-celah dinding pemersatu bangsa dan mulai menghapus nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Berubahnya cara pandang masyarakat serta kecintaan masyarakat pada produk luar merupakan salah satu pengaruh negatif era globalisasi bagi Indonesia. Rasa cinta terhadap bangsa mulai menurun, sehingga memberikan kesempatan bagi negara asing untuk merebut kebudayaan yang kita miliki. Keindahan yang telah diakui dunia menyebabkan banyak negara asing yang ingin memiliki keragaman budaya Indonesia. Bahkan beberapa diantaranya telah berhasil direbut akibat ketidakpedulian kita terhadap budaya yang kita miliki. Oleh karena itu, kita sebagai rakyat Indonesia harus mencintai dan melestarikan budaya yang kita miliki untuk mempertahankan keragaman budaya tersebut.
Sebagai rakyat Indonesia kita seharusnya bangga mempelajari budaya kita, bukannya budaya asing. Budaya kita indah, dengan mempelajari budaya Indonesia bukan berarti kita sudah ketinggalan zaman. Sudah seharusnya kita memperkenalkan budaya kita sendiri pada dunia agar tidak diakui oleh negara asing. Budaya Indonesia adalah jati diri kita dan jiwa raga kita terbentuk oleh budaya Indonesia.

“Indonesia tanpa budaya itu layaknya kupu-kupu tanpa sayap, lumpuh dan tak indah lagi. Marilah kita cintai Indonesia seperti mencintai diri kita sendiri.”

Pengaruh Pemberian Gambar dan Warna pada Bacaan terhadap Tingkat Pemahaman Pelajar Mengenai Isi Bacaan (Judul, Latar Belakang, dan Rumusan Masalah)


I.         Judul :    Pengaruh Pemberian Gambar dan Warna pada Bacaan terhadap Tingkat Pemahaman       Pelajar Mengenai Isi Bacaan
II.      Latar Belakang
Berdasarkan KBBI, pemahaman berasal dari kata paham, yang berarti proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu deketahui dan diingat (Anas Sudijono, 2009). Sedangkan menurut Sudaryono, 2012, pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Dengan kata lain, pemahaman adalah suatu proses yang dialami seseorang dalam menangkap makna atau memahami isi bahan yang dipelajari, yang akan ditunjukkan dengan kemampuan seseorang dalam mengembangkan dan menguraikan kembali bahan yang telah dipelajarinya.
Pemahaman seseorang akan bahan yang dipelajari berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Hal ini sering disebut dengan tingkat pemahaman. Tingkat pemahaman seseorang dapat dibedakan dalam 3 kategori, yaitu tingkat terendah (pemahaman terjemahan), mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, tingkat kedua (pemahaman penafsiran), menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok, dan yang ketiga (pemahaman ektrapolasi), kemampuan seseorang melihat makna yang tersirat, sehingga mampu membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajarinya (Khasanah, 2016).
Tingkat pemahaman ini umumnya selalu dikaitkan dengan pelajar. Padahal tingkat pemahaman ini dimiliki oleh semua orang dari berbagai golongan, bukan hanya pelajar. Hal ini terjadi karena kebanyakan masyarakat hanya terpaku pada tugas seorang pelajar yaitu belajar. Dimana dalam mempelajari sesuatu seseorang harus memahami suatu yang dipelajarinya. Begitu pula dengan pelajar yang harus memahami isi bacaan yang dipelajarinya. Oleh karena itu, tingkat pemahaman ini menjadi hal yang sangat penting bagi seorang pelajar. Namun seperti yang kita ketahui, salah satu masalah yang paling sering dihadapi oleh seorang pelajar yaitu sulitnya memahami isi dari suatu bacaan.
Tingkat pemahaman seorang pelajar akan bacaan yang dipelajarinya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Satu diantaranya, yaitu tampilan dari sebuah bacaan. Seorang penulis dan penerbit memiliki cara dan gaya tersendiri ketika menerbitkan sebuah karyanya. Penerbit yang baik adalah penerbit yang mampu menerbitkan sebuah karya yang berkualitas walaupun dilihat dari berbagai sudut pandang. Umumnya, tampilan dari sebuah bacaan dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu bacaan yang hanya menyajikan tulisan dan bacaan yang menyisipkan gambar dan warna didalamnya. Perbedaan dua jenis tampilan ini tampak tak begitu berarti. Namun sebagian besar pelajar lebih memilih membaca sebuah bacaan yang disisipkan gambar didalamnya. Pelajar juga akan memberikan warna pada bacaan ketika akan mempelajari bacaan tersebut, dengan alasan agar lebih mudah memahami isi dari bacaan yang dipelajarinya. Hal ini sangat sering dilakukan oleh pelajar, namun belum ada data yang menunjukkan apakah hal tersebut memang berpengaruh terhadap tingkat pemahaman pelajar.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian gambar dan warna pada bacaan terhadap tingkat pemahaman pelajar mengenai isi bacaan. Hal ini sangat penting untuk diketahui mengingat banyaknya pelajar yang mengalami kesulitan dalam memahami suatu bacaan. Sehingga kedepannya dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh pihak penerbit dalam membuat tampilan yang tepat untuk suatu bacaan.
III.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi topik dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1.   Apakah pemberian gambar dan warna berpengaruh terhadap tingkat pemahaman pelajar mengenai isi bacaan yang dipelajarinya?
2.    Berapa besar pengaruh pemberian gambar dan warna terhadap tingkat pemahaman pelajar mengenai isi bacaan yang dipelajarinya?

Mitos di Balik Seragam Putih Abu-abu

Mitos di Balik Seragam Putih Abu-abu


Hey, hey, hey yakin deh kamu yang baca ini sekarang pasti lagi nunggu masa sekolah yang katanya indah ini kan. Yupp... banyak yang bilang masa SMA adalah masa yang paling indah buat kamu para pelajar. Aku gatau sih anggapan ini muncul dari mana. Dan hebatnya lagi nih, banyak orang yang percaya dengan mitos yang satu ini. Dan jangan bohong deh, kamu juga pasti percaya kan sama mitos ini. Nih aku kasih beberapa hal yang fix adalah mitos dari indahnya masa SMA.

      Dideketin Cowok Populer


Ini nih yang sering buat kamu para cewe-cewe gak sabar untuk mengenakan seragam putih abu-abu ini. Kamu pasti udah gak sabar sama yang namanya direbutin cogan (cowok ganteng) atau sengaja ikut ekstrakurikuler yang ada cogannya. Apalaginih si cowok popular banget disekolah dan bukan Cuma satu angkatan, bahkan diseluruh angkatan. Faktanya sih cowok kayak gini emang ada, tapiii aku saranin kamu jangan mikir yang lebih deh. Karena cowok yang kayak gini paling adanya cuma 1 atau 2 aja, trus jangan terlalu berharap deh kamu bakalan jadi salah satu cewek beruntung yang bakalan dideketin sama itu cowok. Hehe..

      Nggak Bakalan Ngebosenin


Hmm, buat yang ini aku gak jamin deh. Karena beda orang, beda cerita. Tapi aku bisa pastiin kalo kalian emang serius buat nempuh pendidikan sih ini bakalan jadi mitos. Karena semakin tinggi jenjang pendidikan yang kalian tempuh maka tingkat kesulitannya akan lebih besar juga nih. Jadi pasti bakalan ada banyak tugas yang harus kalian kerjain, belum lagi guru yang ngajar kalian itu kategori guru killer, yah makin jadi deh. Dan aku jamin kalian bakalan pingin cepet-cepet lulus SMA trus lanjutin deh ke…. Tapi bagi orang yang santuy sih hal ini adalah fakta. Karena mereka gk ambil pusing sama pelajarannya. Dan motto hidup mereka itu “Yang Penting Seru”.

      Punya Temen-Temen Seru


Gak semua temen di SMA itu seru ya guyss.. Ini tergantung kaliannya yang pinter-pinter milih temen. Tapi bukan berarti kalian harus pilih-pilih dalam berteman yaa. Jadi intinya teman di semua jenjang pendidikan itu sama, alias gk ada bedanya. Yaa kalo kalian seru pasti dapetin temen yang seru juga sih, tapi kalo kaliannya pendiam biasanya bakalan dapet temen yang punya kepribadian mirip sama kalian. Intinya kalo berteman pasti sama orang yag bisa buat nyaman, Jadi punya temen-temen yang seru pas SMA itu mitos ya guys, kapan aja kalian bisa punya temen yang seru kok, gk perlu nunggu pas SMA. ;)



Thursday, November 14, 2019

My journey (love story) kisah cinta yang berliku-liku

Hi, perkenalkan namaku Ms. X (ini samaran yaa;)..) kali ini aku akan bercerita tentang sebuah perjalanan cinta yang penuh akan lika-liku percintaan. Dan aku saranin ketika kalian baca ini,  bayangin kalianlah yang ada di saat itu. Biar lebih dapet feelnya hehe XD

Day 1
Saat itu adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Yups, ini adalah hari pertamaku mengikuti aktivitas perkuliahan. Aku berkuliah di salah satu kampus perhotelan yang tidak begitu terkenal di daerahku. FYI, awalnya aku telah mendaftar di kampus perhotelan yang cukup terkenal, tapi karena tiba-tiba jurusan yang aku pilih ditiadakan (katanya sih karena siswa yang memilih jurusan itu sedikit), maka aku mencari kampus alternatif lainnya. 
Hari ini adalah hari pengenalan kampus yang sangat membosankan. Jujur, aku bahkan belum memiliki satu pun teman. Mungkin itulah alasan mengapa kegiatan ini terasa sangat membosankan. Hufffh.. Sudah hampir setengah hari aku mengikuti kegiatan ini, akhirnya aku bisa mendapatkan seorang teman juga. Seorang wanita yang sangat cantik, ramah, dan lucu. Dian, dialah orang yang membuat hari ini tidak sepenuhnya membosankan. Tapi aku sedikit heran dengannya, kenapa ia selalu tertawa walaupun tidak ada hal yang lucu. Hmm mungkin itu adalah karakternya ya.. Walaupun begitu aku harap kami akan menjadi teman baik nantinya. 
Ketika sedang asik mengobrol tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri kami. Dari pakaian yang dikenakannya aku yakin dia bukanlah maba. Hmm rupanya dia adalah senior yang menjadi salah satu panitia pelaksana kegiatan ini (aku liat dari nametagnya yaaa). Tiba-tiba ia langsung mengajakku berkenalan. Jujur bukannya senang, tapi aku saat ini sangat risih akan kehadirannya. Senior itu tidak begitu tampan, hanya saja ia cukup keren dengan kulit bersihnya dan tubuhnya yang tinggi. Ia meminta nomor wa ku, tapi tentu saja tidak ku berikan. Untuk apa aku memberikan no wa kepada pria lain, disaat aku sudah memiliki seorang kekasih. Namum, senior itu pantang menyerah, sehingga aku harus merelakan akun ig ku untuk dibagikan padanya. Yah setidaknya hanya ig, siapa pun dapat bertaman di ig bukan..
Perkenalan kami tidak begitu lama karena kegiatannya juga masih berlangsung. Dan Dian menertawakanku habis-habisan karena sikapku tadi. Aneh, walaupun ini hari pertama kita berkenalan tapi Dian sudah tidak canggung sedikit pun padaku. Mungkin hanya aku saja yang tidak pandai bergaul. 
Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kegiatan pengenalan kampus telah selesai, dan seluruh mahasiswa telah dibubarkan. Pacarku pun telah menungguku di gerbang kampus, karena beberapa saat sebelum kegiatannya berakhir aku telah menghubunginya untuk segera menjemputmu.
Di perjalanan kami saling bercengkrama, ia menanyakan bagaimana kegiatan pengenalan kampusku. Dan aku pun bercerita betapa membosankannya kegiatan itu dan bagaimana aku berkenalan dengan Dian. Tapi perkenalan dengan dengan senior itu tidak aku ceritakan. Bukan karena aku ingin menyembunyikannya, tapi aku pikir itu bukanlah hal penting untuk diceritakan. 
Next (ini baru cerita awalnya yaa, kalau kalian ingin tahu kelanjutan ceritanya,,, komen di kolom komentar yaaa) luvvvv

Argumen tentang Mosi “Ujian Nasional Sebagai Tolak Ukur Pemerataan Pendidikan”


MOSI
“Ujian Nasional Sebagai Tolak Ukur Pemerataan Pendidikan”

ARGUMEN:
PRO
Saya setuju dengan dijadikannya ujian nasional sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan karena:
1.      Pelaksanaan pendidikan di tiap daerah perlu diadakan evaluasi. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan UN. Melalui pelaksanaan UN pemerintah dapat melihat daerah mana saja yang masih terbelakang dalam hal pendidikan kognitif. Dengan menjadikan hasil UN itu sebagai tolak ukur, pemerintah dapat mencarikan solusi yang tepat agar pendidikan di daerah itu meningkat. Misalnya dengan meningkatkan kualitas tenaga pengajar ataupun meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan. Dengan usaha-usaha tersebut maka, pemerataan pendidikan dapat tercapai di Indonesia.
2.      Banyak yang beranggapan bahwa pelaksanaan ujian nasional tidak efektif karena tidak melibatkan proses belajar dalam penilaiannya. Namun, pada kenyataannya jika UN dilakukan dengan jujur dan sesuai peraturan yang berlaku, maka proses belajar itu akan tampak pada hasil UN…..
Tidak hanya kemampuan siswa yang dapat dievaluasi melalui UN, proses pembelajaran dan sistem pendidikan di sekolah atau daerah tersebut pun dapat dievaluasi. Sistem pendidikan serta proses pembelajaran yang baik, dengan tenaga pengajar yang kompeten dan sarana prasarana yang lengkap tentu akan membuka jalan peserta didik untuk memperoleh kesuksesan di UN.
Intinya walaupun ujian nasional hanya berlangsung selama beberapa hari. Tetapi, jika dilaksanakan dengan jujur, ujian nasional dapat menggambarkan keseluruhan proses pendidikan selama 3 tahun terakhir di daerah tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa UN merupakan media yang tepat untuk menjadi tolak ukur pemeratan pendidikan di Indonesia.
3.      UN merupakan salah satu cara paling efektiv untuk memetakan pendidikan di setiap daerah. Karena dengan meminta siswa di seluruh daerah di Indonesia menjawab soal-soal dengan tingkat kesulitan yang sama. Maka pemerintah akan dapat mengetahui kemampuan peserta didik di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Biaya yang dikeluarkan pun dapat dihemat melalui pelaksanaan evaluasi yang singkat.  Selain itu, belum ada acara lain yang lebih efektiv untuk menjadi tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia. Jika seandainya UN tidak dilaksanakan, dan proses evaluasi peserta didik diserahakn sepenuhnya kepada pihak pengajar, tentunya akan sulit untuk membandingkan pendidikan di daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sebab nilai yang diberikan didasarkan pada penilaian subjektif dari pendidik. Selain itu, rentang nilai di daerah A belum tentu sama dengan daerah B. seseorang yg mendapat nilai lebih kecil dari orang lain yang berasal dari daerah yang berbeda belum tentu memiliki kemampuan yang lebih buruk. Hal ini dikarenakan tidak adanya standar yang pasti bagi tenaga pendidik untuk memberikan nilai kepada peserta didik. Untuk menciptakan standar penilaian nasionallah UN diadakan.
KONTRA
Saya tidak setuju dengan dijadikannya ujian nasional sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan karena:
1.      Dilihat dari aspek pedagogis, dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan teori yang telah didapat. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

Sangat penting untuk menyertakan ketiga aspek kemampuan siswa ini dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik. Sayangnya Ujian Nasional tidak memenuhi standar tersebut. Yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif. Sangat tidak dibenarkan bagi pemerintah untuk mengkur kemampuan siswa hanya dari satu aspek ini saja. Apalagi menjadikannya sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia. Karena pada kenyataannya ada daerah-daerah tertentu yang lebih unggul dalam aspek afektif dan psikomotor dibanding daerah lain, namun sedikit tertinggal dalam aspek kognitif karena keterbatasan sarana dan prasarana. Di sisi lain, terdapat lebih banyak lagi daerah-daerah yang memfokuskan diri untuk unggul di bidang kognitif, dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya. Melihat kondisi ini, tentunya sangat tidak efektif menjadikan UN sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia.

2.       Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, standar nasional pendidikan yang dapat dijadikan tolak ukur pemeratan pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pengelolaan pembiayaan. Menjadikan UN sebagai sarana untuk mengukur pemeratan pendidikan di Indonesia tentunya melanggar UU ini. Karena UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sedang untuk mengukur keberhasilan pendidikan di suatu daerah perlu memperhatian aspek lainnya. Dan tidak hanya terfokus pada peserta didik tetapi juga kepada tenaga pendidik serta lembaga pendidikan di daerah tersebut.

3.      Evaluasi hasil belajar peserta didik seharsunya dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Pemerintah dan pemerintah daerah memang memiliki hak untuk melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik. Itupun tidak dapat dibenarkan, karena cara pemerintah mengevaluasi hasil belajar siswa hanyalah melalui beberapa tes tertulis. Padahal penilaian semacam itu seharusnya dilakukan secara berkala. Sehingga perkembangan peserta didik dapat dipantau dengan baik. Jika UN bahkan tidak bisa menjadi tolak ukur dalam mengukur kemampuan peserta didik, bagaimana UN dapat menjadi tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia. Dimana untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan cara yang tepat, tidak hanya dalam menilai kemampuan peserta didik tetap juga dalam mengevaluasi kinerja pendidik, sistem pendidikan, sarana prasarana pendidikan, dan lembaga pendidikan di daerah tersebut.

Teks Ceramah


Selamat pagi Bapak/Ibu Guru selaku pendamping yang saya hormati serta adik-adik kelas VII yang saya cintai. Apakabar semuanya….? Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan kepada saya, untuk mengadakan suatu kegiatan dalam rangka mengisi waktu luang. Sebelum itu, mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kita dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan yang sehat dengan hati yang tentunya bergembira.
Untuk mengisi waktu luang ini, saya akan menyampaikan sedikit uraian tentang dampak buruk media sosial bagi pelajar. Semoga uraian yang akan saya sampaikan dapat bermanfaat bagi hadirin sekalian, khususnya adik-adik yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Apabila nantinya ada di antara adik-adik yang memiliki pertanyaan mengenai materi yang saya sampaikan, adik-adik dapat mencatatnya terlebih dahulu dan menyampaikannya setelah penyampaian materi secara bergiliran.
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Dengan adanya media sosial ini, masyarakat diharapkan mampu memanfaatkannya sebaik mungkin guna meringankan pekerjaan serta meningkatkan kreativitas.
Dalam hal ini, pelajar merupakan salah satu kelompok pengguna media sosial yang sangat aktif. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti keharusan dan faktor zaman. Seperti yang kita ketahui, seringkali tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepada siswanya mengharuskan mereka untuk memanfaatkan media sosial itu guna menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Namun, pada usia ini, kita sebagai para pelajar pastinya memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Sementara media sosial ini memungkinkan para pelajar untuk mengakses segala hal yang tentunya tidak memandang dampak baik atau buruknya bagi pelajar. Selain itu, pastinya adik-adik juga pernah melihat adanya iklan-iklan yang tidak pantas terlampir pada media sosial dan saya yakin beberapa di antara kalian pastinya ingin mengetahui hal tersebut lebih dalam. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengamanan dari media sosial itu sendiri. Maka dari itu, saya harapkan adik-adik mampu memanfaatkan kelebihan media sosial dengan cara dan untuk tujuan yang tepat.
Dewasa ini, juga sering terjadi keributan antar pelajar melalui media sosial karena kemudahan yang diberikan oleh media sosial dalam menyampaikan komentar. Media sosial tidak dapat mem-filter atau menyaring kata-kata yang baik atau buruk yang mereka tulis melalui akun media sosial mereka masing-masing. Maka tak jarang keributan di media sosial akan terbawa hingga ke dunia nyata.
Selain dampak tersebut, ada juga dampak yang dapat ditimbulkan media sosial bagi para pelajar, antara lain menurunkan minat belajar para siswa yang akan berdampak pada nilai siswa, berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan karena efek radiasi dari alat yang digunakan untuk mengakses media sosial, cenderung percaya akan informasi yang belum terjamin kebenarannya, dan kurangnya bersosialisasi di dunia nyata karena lebih aktif di dunia maya, sehingga dapat merusak generasi bangsa.
Hadirin sekalian, melalui uraian tersebut dapat kita ketahui beberapa dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan media sosial. Jadi, selaku pelajar kita harus memanfaatkan media sosial itu sebaik mungkin, dan kita harus dapat memilah hal-hal positif dan negatif yang dapat diberikan dan ditimbulkan oleh media sosial. Karena sebagai generasi terpelajar, kita harus menunjukkan dan mengembangkan sikap terpuji dalam diri kita. Dan untuk bapak/ibu guru selaku pendamping sekaligus orang tua siswa disekolah, saya harapkan mampu mengarahkan siswa-siswinya kearah yang tepat dan mau memperbaiki setiap kesalahan yang dilakukan oleh para pelajar. Mari kita bersama-sama membentuk generasi muda yang cakap, cerdas, serta berintegritas untuk membangun Negara Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Dan acara selanjutnya akan saya lanjutkan ke sesi tanya jawab.
Demikian urain tentang dampak buruk media sosial bagi pelajar yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Apabila adanya kesalahan kata dalam berlangsungnya kegiatan ini baik disengaja ataupun tidak disengaja, maka saya mohon maaf atas hal tersebut. Atas perhatian hadirin sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Orti Bali (Gatra Bali)


Om Swastyastu,
Pamiarsa rasa angayubagia titiang (wastan) rauh malih ring ajeng pamiarsa jagi ngaturang gatra mabasa bali sajeroning gatra bali ring TVRI Bali. Ainggih pamiarsa durus piarsayang gatra bali sajangkepnyane. Aturang titiang gatra kapartama, pamiarsa pedasan hektar palemahan pasawahan ring subak gombeng kaler desa nyalian klungkung nenten karunguang olih krama tani puniki, sangkaning sampun kalih tiban nenten ngamolihang toya. Rauh mangkin karma tani kantun nyantos kakepas pamerintah apeketan ring pikobet toya sane karepin.
Sapuniki pakantenan palemahan pasawahan ring subak gombeng kaler desa nyalian kabupaten klungkung sasampune kalih tiban nenten ngamolihang toya, tambis makasami pasawahan katumbuhin makatah entik-entikan liar sangkaning sampun nenten malih karunguang olih karma tani sane nuenang utawi panggarakne. Nenten karunguangne pasawahan puniki mawiwit saking kidikne pasokan toya sane kapolihang utawi kalirang saking bendungan giri sane wenten ring desa tembuku bangle. Punika mawinan sangkaning jimbarne pasawahan sane patut kambahang toya ring subak gombeng kaler. Prajuru subak nepasang antuk magiliran sakewanten majeng ring palemahan pasawahan sane wenten ring sisi kaler, sangkaning genahne sane doh ngawinang embahan toya nenten sida kalirang mawinang kalih tiban ngetuh. Tiosan ring mewehanne ngamilihang toya, seka pasubakan gombeng taler ngarepin pikobet makehne bojog sane ngusik tanduranne. Mawinan karma tani desa puniki sakadi sampun ngekoh ngolah tegal pasawahanne.
Sangkaning ngabotne pikobet sane karepin puniki, sampun makeh karma tani sane ngambil swagina tiosan sakadi buruh tani utawi tukang ring desane. Tiosan punika sane mautsaha nglanturang swagina pinaka petani ngubah pasawahanne dados perkebunan majalaran nandur cengkeh. Karma tani subak gombeng tambengan mangkin kantun nyantos solusi saking pemerintah sajeroning nawehin pikobet ngamolihang toya mangda sida malih nandur padi, saking klungkung TVRI Bali.
Ainggih pamiarsa wantah asapunika gatra bali sane prasida kaaturang ring rahinane mangkin. Nenten lali titiang ngaturang suksma antuk uratian pamiarsa sane sampun ngamiletin gatrane puniki. Pinaka wusan uning atur puputang titiang antuk parama santih.
Om Santih, Santih, Santih Om

Wednesday, November 13, 2019

ENGLISH SPEECH TEXT


Greeting

Looking for science
Dear Brother and Sister, Ladies and Gentlement
First of all, let’s thank GOD the almighty who has been giving us his mercies and blessings until we can attend this meeting without any obstacle in this place and time.
Secondly, I’ll never forget to Mrs. Rayani who has given me opportunity to deliver a speech here.
Standing in front of you all, I would like to present my speech under the title of LOOKING FOR SCIENCE
Our prophet peace be upon him said: the acquisition of knowledge is a duty incumbent on every moslem, male and female.
According to the above hadits, we are obliged to seek knowledge and science. Because science is very important to our life. With science we can conquer all creatures in the world, such as a big mountains, giant trees, fierce animals and so on. We can collect various animal in the zoo, we can fly faster than any kind of birds when we get on the aeroplane.
Reason is the capital to look for science, the other creatures like animals plants and things have no reason, therefore they are unable to look for science. Accordingly if we don’t utilize our capital of reason to look for science as much as possible, it is very pity. If we have no science, we are the same as the other creatures even worse than they are. But if we have science we will be the best creatures in the world. It is possible for us to get science without doing anything. To get the science, we must study hard wherever and whenever we are. If it is necessary please study abroad like in china or in other foreign countries. And there is no limitation of time to study. Our prophet has said also, “seek knowledge from the cradle to the grave”.
That’s all for the time being. It hoped that you understood my speech well.
Finally, I would like you to forgive my fault if any. I am afraid I can not find the suitable words how to thank for your full attention. May the almighty bestow on us his endless blessings for this faithful activity.

Closing

Cerpen Bahasa Bali

Tresna ring SMA
Widya Nindya wantah sisia sané kasub ring SMA Bhakti Guru sawiréh antuk parilaksanané sané corah “demen ngae masalah”. Sabilang wai ia stata kaukina teken guruné tur stata baanga munyi. Uli munyi alus kanti munyi jelé suba taén dingeha, nanging nénten masih nyidayang ngubah corah ipun. Ia nénten ngelah timpal ring sekolah punika sawiréh liu anak luh sane tusing nemenin. Nanging krana kajegégan paras ipun, liu anak muani sané nemenang.
“Kring..kring..” Bél sekolah sampun mamunyi, nanging Widya ten masih ngenah lawat nyané. Novi sané wantah sekretaris paling, jagi ngisinin absén. Sawireh ia nénten nawang napi sané jagi katulis ring abséné punika. Jam 06.00 alarm sané kasetél olih Widya mamunyi. Sampun 30 menit saking munyin alarm punika, nanging Widya nénten masih makrisikan. Matan ainé sampun nyinarang gumi, ditu mara Widya kijap-kijep di pasaréannyané. “Aduhh..” makesiab ia ningalin gumi sané sampun galang. Nah jani suba ia lakar buin baanga munyi tekén guruné. Lantas ngénggalang ia malaib ka kamar mandi nanging nénten manjus, wantah masugi kéwanten. Ngénggalang ia nganggén seragam sekolahnyané tur nyemak tas sawiréh ia sampun kasép. Aget ibi sanja ia sampun ngampilang buku sané jagi kabakta mangkin.
Becat sajan pelaib Widyané ka sekolah, kanti cara uber cicing. Sasampuné ia neked di sekolah, tepukina sekolahné sampun sepi. Liu kelas sané sampun wénten guru. Krana punika ngerutug bayuné rikalaning jagi macelep ka kelas. “Aduh.. jani suba buin kal maan munyi jelé.” Yadiastun ia murid sané madué parilaksana sané corah, nanging ia stata nyeh yening suba guruné ngemaang munyi jelé. Awanan ipun nénten taén baanga munyi jelé ring jumahnyané. Dengak-dengok ia ring jendéla kelasé, lantang kanti baongné ngalinang guru di kelasné. “Sstt…sstt…Yan, Yan” Cenik sajan munyin Widyané ngaukin Wayan Bima. Makipekan Wayan Bima tur ngejitang alisné. “Ada guru?” Takonnyané tanpa suara, ulian bes gigis munyiné. Nanging uli ningalin kemikanné dogén I Wayan suba ngerti. Wayan Bima kitak-kituk, punika nyihnayang ring kelasé punika wantah nénten wénten guru. Lega keneh Widyané. Ngénggalang ia macelep ka kelas tur negak di tongosnyané, apang tusing tingale tekén guruné.
Kondén ade molas menit ia negak di tongosnyané guruné suba teka. Ngénggalang ia mesuang buku uli tasné. Lantas dingaha sisia sane luh masuryak, sakadi anak mabalih tajen. Ia matakon Teken Wayan Bima sawiréh ia dot nawang napi mawinan sisia sane luh masuryak.
“Nak ada apa Yan?”
“Ohh, to ada murid baru sané bagus ring mukak kelas.”
“Ohh..” Biasa dogen pasaut Widyané, santukan ia malianan ring anak luh sane lenan.
Madé Satria wantah adan murid baruné punika. Ia wantah pindahan saking SMAN 1 Gianyar. Rupannyané bagus sakadi Arjuna. Ritatkala ia nyihnayang anggannyané, liu anak luh sane meleng ipun. Sasampuné ia nyihnayang angga, lantas ibu guru ngerarisang ipun negak ring bangku kosong sané magenah ring duri. Ipun wantah murid sané dueg. Sekancan pitakén sané kaicén olih guru prasida kacawis olih ipun. Sisya sane luh kenyam-kenyem sabilang ipun nyautin pitakén guruné.
“Kring..kring..” Bél istirahat mamunyi. Magrudug para sisiané ka kantin. Wayan Bima selaku ketua kelas makeneh ngajakin Méde Satria bareng ka kantin.
“Dé, bareng ka kantin?”
“Ten bli, tiang sampun mabekel ajengan ring jumah.”
“Wayan Bima” Wayan Bima ngulurin limane jagi makenalan sareng Madé Satria tur kawales olih Made Satria.
“Nah yén kéto raga kal ka kantin malu nah.”
Madé Satria anggut-anggut nyautin munyin Wayan Bimané.
Ring tengah kelas, Madé Satria ningalin anak luh padidian sedek ngajeng ajengannyané. Lantas Madé Satria nyemak bekelnyane tur negak di samping anak luh ento. Marasa ada anak sané negak ring sampingnyané, makipekan lantas Widya jagi ningalin nyén sané negak disampingnyané.
“Madé Satria” raosnyané dot makenalan ngajak Widya.
“Widya” Saut Widya masebeng.
Ningalin sebeng Widya sané masem ngranayang Madé Satria tusing bani mesuang munyi buin. Nanging sabilang jam istirahat ipun stata ngajeng bekalnyané sareng Widya.  
Gelisang carita, sampun 3 bulan Madé Satria ngeranjing ring sekolah puniki. Sabilang wai stata ada surat tur coklat ring bangkunyané. Ia nénten taén ngerambang isin suraté punika, nanging coklat punika stata kaajeng olih ipun tekén Widya ring jam istirahat. Widya sané stata masebeng masem, mangkin sampun ngédéngin kenyem manis. Sabilang Widya malaksana corah Madé Satria stata ngicénin piteket mangda ipun nénten malih malaksana corah. Liu anak sané iri tekéning ipun. Sisia sané lanang iri tekén Madé Satria sané nyidayang leket sareng Widya. Sisia sané luh iri tekén Widya sané stata paekina olih Madé Satria, yadiastun parilaksanannyané corah. Liu anak sané ngortang ipun ajak dadua. Nanging Madé Satria taler Widya nénten taén ngerambang orta sane nénten becik. Santukan ipun sampun marasa luung tekén pasawitrannyané.
Mangkin wantah dina Wraspati, Madé Satria semengan sampun ring sekolah sawiréh ia maan duman pikét semengan. Rikala ia majalan nuju kelas, ia ningehang ada anak uyut. Makesiab ia ningalin Widya sampun saling jambak ajak anak luh lénan. Tegulanné benyah, muané liu matatu. Tepukina guruné sedek iteh malasin ipun makakalih. Kedenga ipun tur abana ka Ruang Guru. Madé Satria nututin uling duri tur ngantiang Widya pesu uling Ruang Guru. Ring ruang guru Widya baanga munyi-munyi jelé tekén guruné. Kenyel guruné suba ngorahin ia, nanging nénten masih ada perubahan neng bedik. Santukan suba kaliwat pedih guruné, lantas abana ia ke Ruang Kepala Sekolah. Suba a jam Madé Satria ngantiang di mukak pintuné, nanging Widya nénten pesu-pesu. “Ceklek” mabukak pintuné, tepukina Widya pesu padidian. Ningalin sebengné sane layu, Made Satria sing bani mesuang munyi. Gandenga liman Widyané nganti ka kelas. 
“Nak éngken Luh?” 
“Titiang sing dadi ka sekolah buin Dé.” Ngetél yéh mata Widyané nyaurin.
“Adi bisa Luh?” Tusing ngerti Madé Satria tekén pasaut Widyané.
“Titiang suba pesuanga uling sekolah. Titiang pelih..lengeh sajan titiang. Kenken jani carané titiang ngorang tekén mémén titiangé, pasti lék sajan ia ngelah pianak cara titiang.” Sigsigan kanti ia ngeling.
“Luh dingehang je munyin titiangé. Titiang tusing nawang nguda Iluh kanti malaksana kéto. Titiang sing je melihang Iluh, ten masih ngilonin Iluh. Nanging jani nasiné suba dadi bubuh, iraga ten nyidayang nadiang bubuh punika dadi nasi buin. Sakéwala Iluh nu nyidayang menehin kapelihan Iluh antuk stata malaksana becik. Mirib mula mémén Iluh lakar pedih, nanging Iluh tetep pianakné. Iluh wantah patut nunas ampura tur majanji mangda nénten buin malaksana corah. I mémé ten nyidayang pedih lebihan kén awai tekén pianaknyané.” Madé Satria nuturin Widya sakadi reramané. Ngigisang eling Widyané sasampuné ningehang pitutur Madé Satriané.
Abulan suba majalan uling dugas Widya pesuanga uling sekolah. Widya sampun masuk ring sekolah baru. Madé Satria sesai malali ka umah Widyané. Mangkin Widya sampun dadi anak luh sané becik. Made Satria demen ningalin parilaksana Widyané sakadi mangkin. Rasa tresna mentik ring atin ipun ajaka dadua. Suba pitung bulan ipun matunangan. Sabilang mulih uling sekolah, Madé Satria satata nganggur ka umah Widyané. Mabunga atin Widyané sabilang matemu sareng Madé Satria, punika taler sané karasayang olih Madé Satria. 
Gelisang cerita, tamat sampun Madé Satria sareng Widya uli SMA. Ipun ajaka dadua lakar ngelanjutin pendidikannyané. Nanging Madé Satria lakar ngelanjutin kuliahnyané ring luar negeri. Widya sampun nawang Madé Satria lakar kuliah ring luar negeri. Madé Satria ngorahin Widya ngantiang deweknyané kanti lulus tur majanji lakar mulih sabilang 6 bulan. Nanging Widya nagih suud matunangan sareng Madé Satria. Madé Satria ten nyak suud sareng Widya. Ia sujati tresna tekéning Widya. Madé Satria nakonang napi sané ngranayang Widya nagih suud saréng ipun. Napike widya nénten tresna tekéning ipun. Ia taler nunas ampura yéning ia wénten pelih sareng Widya. Nanging Widya ten taén masaut sabilang takonina.
“Dé, titiang sujati tresna tekéning Madé. Titiang nénten kayun malih jagi ngerépotin Madé. Titiang sampun sesai ngaé Madé sakit tur kenyel nepukin sekancan parisolah titiang sané nénten becik. Titiang matur suksma banget tekéning Madé sané stata nuturin titiang tur sane ngaé titiang sekadi puniki. Yéning titiang ten katemu sareng Madé, jati titiang ten nyidayang dadi anak luh sakadi mangkin. Hidup titiang sinah nénten pacang becik. Titiang dot Madé makatang anak luh sané becikan tekén titiang.” Punika wantah daging manah ipun.
Punika wantah panguntat indik carita tresnanipun. Madé Satria ngelanjutang sekolahnyané ka luar negeri tur ia kilangan tresna sujatinnyané.
Olih: SJ

Wednesday, March 1, 2017

Ringkasan Cerita dan Nilai-Nilai Yadnya yang Terkandung dalam Cerita Ramayana



KATA PENGANTAR


Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya tugas ini dapat kami selesaikan. Tugas ini ditulis guna memenuhi tugas Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak kendala yang kami hadapi. Akan tetapi, berkat bimbingan guru pengajar dan bantuan dari teman-teman, kendala itu berangsur-angsur dapat kami atasi. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Beliau dan rekan-rekan yang telah meluangkan waktu dan tenaganya sehingga tugas ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak kelemahannya atu kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan guna penyempurnaan tulisan-tulisan berikutnya. Kepada yang telah rela memberikan kritik dan saran, kami ucapkan terima kasih.
     Om Santih, Santih, Santih Om

   
                                Denpasar,  Agustus 2016

                
(Kelompok 2 / X MIPA 1)


D. Ringkasan Cerita Ramayana
Menurut Dadang JSN dkk (2015). Kata Rāmāyana berasal dari bahasa Sanskeṛta yaitu dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti  “Perjalanan Rāmā”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Valmiki (Valmiki) atau Balmiki. Rāmāyana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Rāmāyana. Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rāmā yang isinya berbeda dengan kakawin Rāmāyana dalam bahasa Jawa kuna. Di India dalam bahasa Sanskeṛta, Rāmāyana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda yaitu;
1.  Bālakānda
Bālakānda atau kitab pertama Rāmāyana menceritakan sang Daśaratha yang menjadi Raja di Ayodhyā. Sang raja ini mempunyai tiga istri yaitu: Dewi Kauśalyā, Dewi Kaikeyī dan Dewi Sumitrā. Dewi Kauśalyā berputrakan Sang Rāmā, Dewi Kaikeyī berputrakan sang Barata, lalu Dewi Sumitrā berputrakan sang Lakṣamaṇa dan sang Satrugṇa. Pada suatu hari, Bagawan Visvamitra meminta tolong kepada Prabu Daśaratha untuk menjaga pertapaannya. Sang Rāmā dan Lakṣamaṇa pergi membantu mengusir para raksasa yang mengganggu pertapaan ini. Lalu atas petunjuk para Brahmana maka sang Rāmā pergi mengikuti sayembara di Wideha dan mendapatkan Dewi Sītā sebagai istrinya. Ketika pulang ke Ayodhyā mereka dihadang oleh Rāmāparasu, tetapi mereka bisa mengalahkannya.
2.  Ayodhyākāṇḍa
 Ayodhyākāṇḍa adalah kitab kedua epos Rāmāyana dan menceritakan sang Daśaratha yang akan menyerahkan kerajaan kepada sang Rāmā, tetapi dihalangi oleh Dewi Kaikeyī. Katanya beliau pernah menjanjikan warisan kerajaan kepada anaknya. Maka sang Rāmā disertai oleh Dewi Sītā dan Lakṣamaṇa pergi mengembara dan masuk ke dalam hutan selama 14 tahun. Setelah mereka pergi, maka Prabu Daśaratha meninggal karena sedihnya.
 Sementara Rāmā pergi, Bharata baru saja pulang dari rumah pamannya dan tiba di Ayodhyā. Ia mendapati bahwa ayahnya telah wafat serta Rāmā tidak ada di istana. Kaikeyī menjelaskan bahwa Bharatalah yang kini menjadi raja, sementara Rāmā mengasingkan diri ke hutan. Bharata menjadi sedih mendengarnya, kemudian menyusul Rāmā. Harapan Kaikeyī untuk melihat putranya senang menjadi raja ternyata sia-sia. Di dalam hutan, Bharata mencari Rāmā dan memberi berita duka karena Prabu Daśaratha telah wafat. Ia membujuk Rāmā agar kembali ke Ayodhyā untuk menjadi raja. Rakyat juga mendesak demikian, namun Rāmā menolak karena ia terikat oleh perintah ayahnya. Untuk menunjukkan jalan yang benar, Rāmā menguraikan ajaranajaran agama kepada Bharata. Rāmā menyerahkan sandalnya. Akhirnya Bharata membawa sandal milik Rāmā dan meletakkannya di singasana. Dengan lambang tersebut, ia memerintah Ayodhyā atas nama Rāmā.
3.  Āraṇyakāṇḍa
Selama masa pembuangan, Lakṣmana membuat pondok untuk Rāmā dan Sītā. Ia juga melindungi mereka di saat malam sambil berbincang-bincang dengan para pemburu di hutan. Saat menjalani masa pengasingan di hutan, Rāmā dan Lakṣmana didatangi seorang raksasa bernama Surpanaka. Ia mengubah wujudnya menjadi seorang wanita cantik dan menggoda Rāmā dan Lakṣmana. Rāmā menolak untuk menikahinya dengan alasan bahwa ia sudah beristri, maka ia menyuruh agar Surpanaka membujuk Lakṣmana, namun Lakṣmana pun menolak. Surpanaka iri melihat kecantikan Sītā dan hendak membunuhnya. Dengan sigap Rāmā melindungi Sītā dan Lakṣmana mengarahkan pedangnya kepada Surpanaka yang hendak menyergapnya. Hal itu membuat hidung Surpanaka terluka. Surpanaka mengadukan peristiwa tersebut kepada kakaknya yang bernama Kara. Kara marah terhadap Rāmā yang telah melukai adiknya dan hendak membalas dendam.
Dengan angkatan perang yang luar biasa, Kara dan sekutunya menggempur Rāmā, namun mereka semua gugur. Akhirnya Surpanaka melaporkan keluhannya kepada Rāvaṇa di Kerajaan Alengka. Surpanaka mengadu kakaknya sang Rāvaṇa sembari memprovokasinya untuk menculik Dewi Sītā yang katanya sangat cantik. Sang Rāvaṇapun pergi diiringi oleh Marica. Marica menyamar menjadi seekor kijang emas yang menggoda Dewi Sītā. Dewi Sītā tertarik dan meminta Rāmā untuk menangkapnya.
Pada suatu hari, Sītā melihat seekor kijang yang sangat lucu sedang melompat-lompat di halaman pondoknya. Rāmā dan Lakṣmana merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, namun atas desakan Sītā, Rāmā memburu kijang tersebut sementara Lakṣmana ditugaskan untuk menjaga Sītā. Dewi Sītā ditinggalkannya dan dijaga oleh Lakṣamaṇa. Rāmāpun pergi memburunya, tetapi si Marica sangat gesit. Kijang yang diburu Rāmā terus mengantarkannya ke tengah hutan.
Karena Rāmā merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, ia memanahnya. Seketika hewan tersebut berubah menjadi Marica, patih Sang Rāvaṇa. Saat Rāmā memanah kijang kencana tersebut, hewan itu berubah menjadi rakshasa Marica, dan mengerang dengan suara keras. Sītā yang merasa cemas, menyuruh Lakṣmana agar menyusul kakaknya ke hutan. Karena teguh dengan tugasnya untuk melindungi Sītā, Lakṣmana menolak secara halus.
Kemudian Sītā berprasangka bahwa Lakṣmana memang ingin membiarkan kakaknya mati di hutan sehingga apabila Sītā menjadi janda, maka Lakṣmana akan menikahinya. Mendengar perkataan Sītā, Lakṣmana menjadi sakit hati dan bersedia menyusul Rāmā, namun sebelumnya ia membuat garis pelindung dengan anak panahnya agar makhluk jahat tidak mampu meraih Sītā. Garis pelindung tersebut bernama Lakṣmana Rekha, dan sangat ampuh melindungi seseorang yang berada di dalamnya, selama ia tidak keluar dari garis tersebut.
Saat Lakṣmana meinggalkan Sītā sendirian, raksasa Rāvaṇa yang menyamar sebagai seorang brahmana muncul dan meminta sedikit air kepada Sītā. Karena Rāvaṇa tidak mampu meraih Sītā yang berada dalam Lakshmana Rekha, maka ia meminta agar Sītā mengulurkan tangannya. Pada saat tangan Rāvaṇa memegang tangan Sītā, ia segera menarik Sītā keluar dari garis pelindung dan menculiknya. Lakṣmana menyusul Rāmā ke hutan, Rāmā terkejut karena Sītā ditinggal sendirian. Ketika mereka berdua pulang, Sītā sudah tidak ada. Rāvaṇa bertemu dengan seekor burung sakti sang Jatayu tetapi Jatayu kalah dan sekarat. Lakṣamaṇa yang sudah menemukan Rāmā menjumpai Jatayu yang menceritakan kisahnya sebelum ia mati.
4.  Kiṣkindhakāṇḍa
Setelah mendapati bahwa Sītā sudah menghilang, perasaan Rāmā terguncang. Lakṣmana mencoba menghibur Rāmā dan memberi harapan. Mereka berdua menyusuri pelosok gunung, hutan, dan sungai-sungai. Akhirnya mereka menemukan darah tercecer dan pecahan-pecahan kereta, seolah-olah pertempuran telah terjadi. Rāmā berpikir bahwa itu adalah pertempuran raksasa yang memperebutkan Sītā, namun tak lama kemudian mereka menemukan seekor burung tua sedang sekarat. Burung tersebut bernama Jatayu, sahabat Raja Daśaratha. Rāmā mengenal burung tersebut dengan baik dan dari penjelasan Jatayu, Rāmā tahu bahwa Sītā diculik Rāvaṇa. Setelah memberitahu Rāmā, Jatayu menghembuskan napas terakhirnya. Sesuai aturan agama, Rāmā mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Jatayu.
Dalam perjalanan menyelamatkan Sītā, Rāmā dan Lakṣmana bertemu raksasa aneh yang bertangan panjang. Atas instruksi Rāmā, mereka berdua memotong lengan raksasa tersebut dan tubuhnya dibakar sesuai upacara. Setelah dibakar, raksasa tersebut berubah wujud menjadi seorang dewa bernama Kabanda. Atas petunjuk Sang Dewa, Rāmā dan Lakṣamaṇa pergi ke tepi sungai Pampa dan mencari Sugrivā di bukit Resyamuka karena Sugrivā-lah yang mampu menolong Rāmā. Dalam perjalanan mereka beristirahat di asrama Sabari, seorang wanita tua yang dengan setia menantikan kedatangan mereka berdua. Sabari menyuguhkan buah-buahan kepada Rāmā dan Lakṣmana. Setelah menyaksikan wajah kedua pangeran tersebut dan menjamu mereka, Sabari meninggal dengan tenang dan mencapai surga.
Dalam masa petualangan mencari Sītā, Rāmā dan Lakṣmana menyeberangi sungai Pampa dan pergi ke gunung Resyamuka, sampai akhirnya tiba di kediaman para wanara dengan rajanya bernama Sugrivā. Sugrivā takut saat melihat Rāmā dan Lakṣmana sedang mencari-cari sesuatu, karena ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk mencari dan membunuh Sugrivā. Kemudian Sugrivā mengutus keponakannya yang bernama Hanumān untuk menyelidiki kedatangan Rāmā dan Lakṣmana. Sebelum berjumpa dengan Sugrivā, Rāmā bertemu dengan Hanumān yang menyamar menjadi brahmana. Setelah bercakap-cakap agak lama, Hanumān menampakkan wujud aslinya. Setelah mengetahui bahwa Rāmā dan Lakṣmana adalah orang baik, Hanumān mempersilakan mereka untuk menemui Sugrivā. Di hadapan Rāmā, Sugrivā menyambut kedatangan Rāmā di istananya. Tak berapa lama kemudian mereka saling menceritakan masalah masing-masing.
Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi datang ke Kiskenda untuk menantang berkelahi dengan Subali. Subali yang tidak pernah menolak jika ditantang berkelahi menyerang Mayawi dan diikuti oleh Sugrivā . Melihat lawannya ada dua orang, raksasa tersebut lari ke sebuah gua besar. Subali mengikuti raksasa tersebut dan menyuruh Sugrivā menunggu di luar. Beberapa lama kemudian, Sugrivā mendengar suara teriakan diiringi dengan darah segar yang mengalir keluar. Karena mengira bahwa Subali telah tewas, Sugrivā menutup gua tersebut dengan batu yang sangat besar agar sang raksasa tidak bisa keluar. Kemudian Sugrivā kembali ke Kiskenda dan didesak untuk menjadi raja karena Subali telah dianggap tewas.
Saat Sugrivā menikmati masa-masa kekuasaannya, Subali datang dan marah besar karena Sugrivā telah mengurungnya di dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir Sugrivā jauh-jauh dan merebut istrinya pula. Sugrivā dengan rendah hati minta maaf kepada Subali, namun permohonan maafnya tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja Kiṣkindha sedangkan Sugrivā beserta pengikutnya yang setia bersembunyi di sebuah daerah yang dekat dengan asrama Ṛsī Matanga, dimana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan kakinya di daerah itu.
Akhirnya Rāmā dan Sugrivā mengadakan perjanjian bahwa mereka akan saling tolong menolong. Rāmā berjanji akan merebut kembali Kerajaan Kiskenda dari Subali sedangkan Sugrivā berjanji akan membantu Rāmā mencari Sītā. Akhirnya Rāmā dan Sugrivā menjalin persahabatan dan berjanji akan saling membantu satu sama lain. Setelah menyusun suatu rencana, mereka datang ke Kiskenda.
Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugrivā berteriak menantang Subali. Karena merasa marah, Subali keluar dan bertarung dengan Sugrivā. Setelah petarungan sengit berlangsung beberapa lama, Sugrivā makin terdesak sementara Subali makin garang. Akhirnya Rāmā muncul untuk menolong Sugrivā dengan melepaskan panah saktinya ke arah Subali. Panah sakti tersebut menembus dada Subali yang sekeras intan kemudian membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang sekarat, Subali memarahi Rāmā yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata bahwa Rāmā tidak mengetahui sikap seorang ksatria. Rāmā tersenyum mendengar penghinaan Subali kemudian menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu panah yang dilepaskan Rāmā tidak akan menembus tubuhnya, melainkan akan menjadi bumerang bagi Rāmā. Setelah mendengar penjelasan Rāmā, Subali sadar akan dosa dan kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia merestui Sugrivā menjadi Raja Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama Anggada untuk dirawat oleh Sugrivā . Tak berapa lama kemudian, Subali menghembuskan napas terakhirnya.
Setelah Subali wafat, Sugrivā bersenang-senang di istana Kiskenda, sementara Rāmā dan Lakṣmana menunggu kabar dari Sugrivā di sebuah gua. Karena sudah lama menunggu, Rāmā mengutus Lakṣmana untuk memperingati Sugrivā agar memenuhi janjinya menolong Sītā. Tiba di pintu gerbang Kiskenda, Sugrivā yang diwakili Hanumān meminta maaf kepada Rāmā karena melupakan janji mereka untuk mencari Sītā. Akhirnya Sugrivā mengerahkan prajuritnya yang terbaik untuk menjelajahi bumi demi menemukan Sītā. Prajurit pilihan Sugrivā terdiri atas Hanumān, Nila, Jembawan, Anggada, Gandamadana, dan lain-lain.
Saat bertemu dengan Rāmā dan Lakṣmana, Hanumān merasakan ketenangan. Ia tidak melihat adanya tanda-tanda permusuhan dari kedua pemuda itu. Rāmā dan Lakṣmana juga terkesan dengan etika Hanumān. Kemudian mereka bercakap-cakap dengan bebas. Mereka menceritakan riwayat hidupnya masing-masing. Rāmā juga menceritakan keinginannya untuk menemui Sugrivā . Karena tidak curiga lagi kepada Rāmā dan Lakṣmana, Hanumān kembali ke wujud asalnya dan mengantar Rāmā dan Lakṣmana menemui Sugrivā.
Mereka menempuh perjalanan berhari-hari dan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan menemukan kota yang berdiri megah di dalamnya. Atas keterangan Swayampraba yang tinggal di sana, kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura dan sekarang sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanumān menceritakan maksud perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba yang sakti, Hanumān dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di sebuah pantai dalam sekejap.
Di pantai tersebut, Hanumān dan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa yang tidak bersayap. Ia duduk sendirian di pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan untuk dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara mengenai Sītā dan kematian Jatayu, Sempati menjadi sedih dan meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi. Anggada menceritakan dengan panjang lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas keterangan Sempati, para wanara tahu bahwa Sītā ditawan di sebuah istana yang teretak di Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja raksasa bernama Rāvaṇa. Para wanara berterima kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar sampai di Alengka.
Karena bujukan para wanara, Hanumān teringat akan kekuatannya dan terbang menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia menginjakkan kakinya di sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sītā. Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Veda dan lagu pujian kemenangan kepada Rāvaṇa. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam dan buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke istana Rāvaṇa dan mengamati wanitawanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak melihat Sītā yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari, ia memasuki sebuah taman yang belum pernah diselidikinya. Di sana ia melihat wanita yang tampak sedih dan murung yang diyakininya sebagai Sītā.
5. Sundarakāṇḍa
Sundarakāṇḍa adalah kitab kelima Rāmāyana. Dalam kitab ini diceritakan bagaimana sang Hanumān datang ke Alengkapura mencari tahu akan keadaan Dewi Sītā dan membakar kota Alengkapura karena iseng. Inti dari kisah Rāmāyana adalah penculikan Sītā oleh Rāvaṇa raja Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rāmā yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.
 Kemudian Hanumān melihat Rāvaṇa merayu Sītā. Setelah Rāvaṇa gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan Sītā, Hanumān menghampiri Sītā dan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sītā curiga, namun kecurigaan Sītā hilang saat Hanumān menyerahkan cincin milik Rāmā. Hanumān juga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanumān menyarankan agar Sītā terbang bersamanya kehadapan Rāmā, namun Sītā menolak. Ia mengharapkan Rāmā datang sebagai ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanumān mohon restu dan pamit dari hadapan Sītā. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka di istana Rāvaṇa. Ia membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rāvaṇa seperti Jambumali dan Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata Brahma Astra. Senjata itu memilit tubuh Hanumān. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra bisa dilepaskan Hanumān kapan saja, namun Hanumān belum bereaksi karena menunggu saat yang tepat.
Ketika Rāvaṇa hendak memberikan hukuman mati kepada Hanumān, Vibhīsaṇa membela Hanumān agar hukumannya diringankan, mengingat Hanumān adalah seorang utusan. Kemudian Rāvaṇa menjatuhkan hukuman agar ekor Hanumān dibakar. Melihat hal itu, Sītā berdo’a agar api yang membakar ekor Hanumān menjadi sejuk. Karena do’a Sītā kepada Dewa Agni terkabul, api yang membakar ekor Hanumān menjadi sejuk. Lalu ia memberontak dan melepaskan Brahma Astra yang mengikat dirinya. Dengan ekor menyala-nyala seperti obor, ia membakar kota Alengka. Kota Alengka pun menjadi lautan api. Setelah menimbulkan kebakaran besar, ia menceburkan diri ke laut agar api di ekornya padam. Penghuni surga memuji keberanian Hanumān dan berkata bahwa selain kediaman Sītā, kota Alengka dilalap api. Dengan membawa kabar gembira, Hanumān menghadap Rāmā dan menceritakan keadaan Sītā. Setelah itu, Rāmā menyiapkan pasukan wanara untuk menggempur Alengka.
6.  Yuddhakāṇḍa
Saat Rāmā dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, Vibhīsaṇa, adik Sang Rāvaṇa, datang menghadap Rāmā dan mengaku akan berada di pihak Rāmā. Setelah ia menjanjikan persahabatan yang kekal, Rāmā menobatkannya sebagai Raja Alengka meskipun Rāvaṇa masih hidup dan belum dikalahkan. Kemudian Rāmā dan pemimpin wanara lainnya berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Akhirnya Rāmā menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan dari Dewa Baruna. Selama tiga hari Rāmā berdo’a dan tidak mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis. Kemudian ia mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan. Melihat laut akan binasa, Dewa Baruna datang menghadap Rāmā dan memohon maaf atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar para wanara membuat jembatan besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman lautan. Nila ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut. Setelah bekerja dengan giat, jembatan tersebut terselesaikan dalam waktu yang singkat dan diberi nama “Situbanda”.
Setelah jembatan rampung, Rāmā dan pasukannya menyeberang ke Alengka. Pada pertempuran pertama, Anggada menghancurkan menara Alengka. Untuk meninjau kekuatan musuh, Rāvaṇa segera mengirim mata-mata untuk menyamar menjadi wanara dan berbaur dengan mereka. Penyamaran mata-mata Rāvaṇa sangat rapi sehingga banyak yang tidak tahu, kecuali Vibhīsaṇa. Kemudian Vibhīsaṇa menangkap mata-mata tersebut dan membawanya ke hadapan Rāmā. Di hadapan Rāmā, mata-mata tersebut memohon pengampunan dan berkata mereka hanya menjalankan perintah. Akhirnya Rāmā mengizinkan mata-mata tersebut untuk melihat-lihat kekuatan tentara Rāmā dan berpesan agar Rāvaṇa segera mengambalikan Sītā. Mata-mata tersebut sangat terharu dengan kemurahan hati Rāmā dan yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak Rāmā.
Ketika Indrajit melakukan ritual untuk memperoleh kekuatan, Lakṣmana datang bersama pasukan wanara dan merusak lokasi ritual. Indrajit menjadi marah kemudian perang terjadi. Lakṣmana yang tidak ingin perang terjadi begitu lama segera melepaskan senjata panah Indrāstra. Senjata tersebut memutuskan leher Indrajit dari badannya sehingga ia tewas seketika. Atas jasanya tersebut, Rāmā memuji Lakṣmana serta para dewa dan gandarwa menjatuhkan bunga dari surga.
Dalam pertempuran besar antara Rāmā dan Rāvaṇa, Hanumān membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rāmā, Lakṣmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh senjata Nagapasa yang sakti, Hanumān pergi ke Himalaya atas saran Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena tidak tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanumān memotong gunung tersebut dan membawa potongannya ke hadapan Rāmā. Setelah Rāmā dan prajuritnya pulih kembali, Hanumān melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak pasukan rakshasa.
Pada hari pertempuran terahir, Dewa Indra mengirim kereta perangnya dan meminjamkannya kepada Rāmā. Kusir kereta tersebut bernama Matali, siap melayani Rāmā. Dengan kereta ilahi tersebut, Rāmā melanjutkan peperangan yang berlangsung dengan sengit. Kedua pihak sama-sama kuat dan mampu bertahan. Akhirnya Rāmā melepaskan senjata Brahma Astra ke dada Rāvaṇa. Senjata sakti tersebut mengantar Rāvaṇa menuju kematiannya. Seketika bunga-bunga bertaburan dari surga karena menyaksikan kemenangan Rāmā. Vibhīsaṇa meratapi jenazah kakaknya dan sedih karena nasihatnya tidak dihiraukan. Sesuai aturan agama, Rāmā mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Rāvaṇa kemudian memberikan wejangan kepada Vibhīsaṇa untuk membangun kembali Negeri Alengka. Setelah Rāvaṇa dikalahkan.
Berkat bantuan Sugrivā raja bangsa Wanara, serta Vibhīsaṇa adik Rāvaṇa, Rāmā berhasil mengalahkan Kerajaan Alengka. Setelah kematian Rāvaṇa, Rāmā pun menyuruh Hanumān untuk masuk ke dalam istana menjemput Sītā. Hal ini sempat membuat Sītā kecewa karena ia berharap Rāmā yang datang sendiri dan melihat secara langsung tentang keadaannya. Setelah mandi dan bersuci, Sītā menemui Rāmā. Rupanya Rāmā merasa sangsi terhadap kesucian Sītā karena istrinya itu tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama. Menyadari hal itu, Sītā pun menyuruh Lakṣmana untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya dan membuat api unggun. Tak lama kemudian Sītā melompat ke dalam api tersebut. Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sītā dalam keadaan hidup. Hal ini membuktikan kesucian Sītā sehingga Rāmā pun dengan lega menerimanya kembali.
Sītā kembali ke pelukan Rāmā dan mereka kembali ke Ayodhyā bersama Lakṣmana, Sugrivā, Hanumān dan tentara wanara lainnya. Di Ayodhyā, mereka disambut oleh Bharata dan Kaikeyī. Di sana para wanara diberi hadiah oleh Rāmā atas jasa-jasanya. Di Ayodhyāpura mereka disambut oleh prabu Barata dan beliau menyerahkan kerajaannya kepada sang Rāmā. Śrī Rāmā lalu memerintah di Ayodhyāpura dengan bijaksana.
7.  Uttarakāṇḍa
Setelah Rāvaṇa berhasil dikalahkan, Rāmā, Lakṣmana dan Sītā beserta para wanara pergi ke Ayodhyā. Di sana mereka disambut oleh Bharata dan Kaikeyī. Lakṣmana hendak dianugerahi Yuwaraja oleh Rāmā, namun ia menolak karena merasa Bharata lebih pantas menerimanya dibandingkan dirinya, sebab Bharata memerintah Ayodhyā dengan baik dan bijaksana selama Rāmā dan Lakṣmana tinggal di hutan.
Setelah pertempuran besar melawan Rāvaṇa berakhir, Rāmā juga hendak memberikan hadiah untuk Hanumān. Namun Hanumān menolak karena ia hanya ingin agar Śrī Rāmā bersemayam di dalam hatinya. Rāmā mengerti maksud Hanumān dan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya Hanumān pergi bermeditasi di puncak gunung mendo’akan keselamatan dunia.
Setelah pulang ke Ayodhyā, Rāmā, Sītā, dan Lakṣmana disambut oleh Bharata dengan upacara kebesaran. Bharata kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rāmā sebagai raja. Dalam pemerintahan Rāmā terdengar desas-desus di kalangan rakyat jelata yang meragukan kesucian Sītā di dalam istana Rāvaṇa. Rāmā merasa tertekan mendengar suara sumbang tersebut. Ia akhirnya memutuskan untuk membuang Sītā yang sedang mengandung ke dalam hutan. Dalam pembuangannya itu, Sītā ditolong seorang Ṛsī bernama Valmiki dan diberi tempat tinggal.
 Beberapa waktu kemudian, Sītā melahirkan sepasang anak kembar diberi nama Lawa dan Kusa. Keduanya dibesarkan dalam asrama Ṛsī Valmiki dan diajari nyanyian yang mengagungkan nama Rāmācandra, ayah mereka. Suatu ketika Rāmā mengadakan upacara Aswamedha. Ia melihat dua pemuda kembar muncul dan menyanyikan sebuah lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya dahulu. Rāmā pun menyadari kalau kedua pemuda yang tersebut yang tidak lain adalah Lawa dan Kusa merupakan anak-anaknya sendiri.
Atas permintaan Rāmā melalui Lawa dan Kusa, Sītā pun dibawa kembali ke Ayodhyā. Namun masih saja terdengar desas-desus kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung Rāmā. Mendengar hal itu, Sītā pun bersumpah jika ia pernah berselingkuh maka bumi tidak akan sudi menerimanya. Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa Sītā masuk ke dalam tanah. Menyaksikan hal itu Rāmā sangat sedih. Ia pun menyerahkan takhta Ayodhyā dan setelah itu bertapa di Sungai Gangga sampai akhir hayatnya.
E. Nilai-Nilai Yadnya dalam Cerita Ramayana
1. Dewa Yajña
Dewa Yajña adalah Yajña yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Rāmāyana banyak terurai hakikat Dewa Yajña dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yajña yang dilaksanakan oleh Prabu Daśaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara Dewa Agni.
Dari beberapa uraian singkat cerita Rāmāyana tersebut tampak jelas bahwa sujud bakti ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan suatu keharusan bagi makhluk hidup terlebih lagi umat manusia. Keagungan Yajña dalam bentuk persembahan bukan diukur dari besar dan megahnya bentuk upacara, tetapi yang paling penting adalah kesucian dan ketulusikhlasan dari orang-orang yang terlibat melakukan Yajña.

2. Pitra Yajña
Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Seperti apa yang diuraikan dalam kisah kepahlawanan Rāmāyana, dimana Śrī Rāmā sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahannya tetap menunjukkan rasa bakti yang tinggi terhadap orang tuanya.
Nilai Pitra Yajña yang termuat dalam epos Rāmāyana terdapat pada Kekawin Rāmāyana Trĕyas Sarggah bait 9 demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Daśaratha), Śrī Rāmā, Lakṣmaṇa dan Dewi Sītā mau menerima perintah dari sang Raja Daśaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaanya sebagai raja di Ayodhyā.
Dari kisah ini tentu dapat dipetik suatu hakikat nilai yang sangat istimewa bagaimana bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Betapapun kuat, pintar dan gagahnya seorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasanya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.
3. Manusa Yajña
Dalam rumusan kitab suci Veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yajña atau Nara Yajña itu adalah memberi makan pada masyarakat  dan melayani tamu dalam upacara. Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa Yajña tergolong Sarira Samskara. Inti Sarira Samskara adalah peningkatan kualitas manusia.
Pada cerita Rāmāyana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yajña yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang meceritakan upacara Śrī Rāmā mempersunting Dewi Sītā. Selayaknya suatu pernikahan suci, upacara ini dilaksanakan dengan Yajña yang lengkap dipimpin oleh seorang purohita raja dan disaksikan oleh para Dewa, kerabat kerajaan beserta para Mahaṛsī.
4. Ṛsī Yajña
Ṛsī Yajña itu adalah menghormati dan memuja Ṛsī atau pendeta. Pada kisah Rāmāyana, nilai-nilai Ṛsī Yajña dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Ṛsī sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.
Keberadaan beliau tentu sangat penting dalam kehidupan umat beragama. Sudah sepatutnya sebagai umat beragama senantiasa sujud bakti kepada para Mahaṛsī atau pendeta sabagai salah satu bentuk Yajña yang utama dalam ajaran agama Hindu. Oleh karena itu banyak sekali hakikat Yajña yang dapat dipetik untuk dijadikan pelajaran dalam mengarungi kehidupan sehari-hari.
5. Bhuta Yajña
Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negatif yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta Yajña adalah usaha untuk memelihara kesejahteraan dan keseimbangan alam.
Nilai-nilai Bhuta Yajña juga nampak jelas pada uraian kisah epos Rāmāyana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yajña sebagai Yajña yang utama juga diiringi dengan ritual Bhuta Yajña untuk menetralisir kekuatan negatif sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.