MOSI
“Ujian
Nasional Sebagai Tolak Ukur Pemerataan Pendidikan”
ARGUMEN:
PRO
Saya setuju dengan dijadikannya ujian nasional
sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan karena:
1. Pelaksanaan
pendidikan di tiap daerah perlu diadakan evaluasi. Salah satu caranya adalah
dengan melaksanakan UN. Melalui pelaksanaan UN pemerintah dapat melihat daerah
mana saja yang masih terbelakang dalam hal pendidikan kognitif. Dengan
menjadikan hasil UN itu sebagai tolak ukur, pemerintah dapat mencarikan solusi
yang tepat agar pendidikan di daerah itu meningkat. Misalnya dengan
meningkatkan kualitas tenaga pengajar ataupun meningkatkan ketersediaan sarana
dan prasarana yang menunjang pendidikan. Dengan usaha-usaha tersebut maka,
pemerataan pendidikan dapat tercapai di Indonesia.
2. Banyak
yang beranggapan bahwa pelaksanaan ujian nasional tidak efektif karena tidak
melibatkan proses belajar dalam penilaiannya. Namun, pada kenyataannya jika UN
dilakukan dengan jujur dan sesuai peraturan yang berlaku, maka proses belajar
itu akan tampak pada hasil UN…..
Tidak hanya kemampuan siswa yang
dapat dievaluasi melalui UN, proses pembelajaran dan sistem pendidikan di
sekolah atau daerah tersebut pun dapat dievaluasi. Sistem pendidikan serta
proses pembelajaran yang baik, dengan tenaga pengajar yang kompeten dan sarana
prasarana yang lengkap tentu akan membuka jalan peserta didik untuk memperoleh
kesuksesan di UN.
Intinya walaupun ujian nasional
hanya berlangsung selama beberapa hari. Tetapi, jika dilaksanakan dengan jujur,
ujian nasional dapat menggambarkan keseluruhan proses pendidikan selama 3 tahun
terakhir di daerah tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa UN merupakan media
yang tepat untuk menjadi tolak ukur pemeratan pendidikan di Indonesia.
3. UN
merupakan salah satu cara paling efektiv untuk memetakan pendidikan di setiap
daerah. Karena dengan meminta siswa di seluruh daerah di Indonesia menjawab
soal-soal dengan tingkat kesulitan yang sama. Maka pemerintah akan dapat
mengetahui kemampuan peserta didik di Indonesia dalam waktu yang relatif
singkat. Biaya yang dikeluarkan pun dapat dihemat melalui pelaksanaan evaluasi
yang singkat. Selain itu, belum ada
acara lain yang lebih efektiv untuk menjadi tolak ukur pemerataan pendidikan di
Indonesia. Jika seandainya UN tidak dilaksanakan, dan proses evaluasi peserta
didik diserahakn sepenuhnya kepada pihak pengajar, tentunya akan sulit untuk
membandingkan pendidikan di daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sebab nilai
yang diberikan didasarkan pada penilaian subjektif dari pendidik. Selain itu,
rentang nilai di daerah A belum tentu sama dengan daerah B. seseorang yg mendapat
nilai lebih kecil dari orang lain yang berasal dari daerah yang berbeda belum
tentu memiliki kemampuan yang lebih buruk. Hal ini dikarenakan tidak adanya
standar yang pasti bagi tenaga pendidik untuk memberikan nilai kepada peserta
didik. Untuk menciptakan standar penilaian nasionallah UN diadakan.
KONTRA
Saya tidak setuju dengan dijadikannya ujian nasional
sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan karena:
1.
Dilihat dari aspek pedagogis, dalam ilmu
kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah psikomotor adalah ranah yang
berhubungan dengan aktivitas fisik dan keterampilan peserta didik dalam
mengaplikasikan teori yang telah didapat. Ranah kognitif berhubungan erat
dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami,
menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Sangat penting untuk menyertakan
ketiga aspek kemampuan siswa ini dalam melakukan penilaian terhadap peserta
didik. Sayangnya Ujian Nasional tidak memenuhi standar tersebut. Yang dinilai
dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif. Sangat tidak dibenarkan
bagi pemerintah untuk mengkur kemampuan siswa hanya dari satu aspek ini saja.
Apalagi menjadikannya sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia.
Karena pada kenyataannya ada daerah-daerah tertentu yang lebih unggul dalam
aspek afektif dan psikomotor dibanding daerah lain, namun sedikit tertinggal
dalam aspek kognitif karena keterbatasan sarana dan prasarana. Di sisi lain,
terdapat lebih banyak lagi daerah-daerah yang memfokuskan diri untuk unggul di
bidang kognitif, dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya. Melihat kondisi ini,
tentunya sangat tidak efektif menjadikan UN sebagai tolak ukur pemerataan
pendidikan di Indonesia.
2. Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003, standar nasional pendidikan yang dapat dijadikan tolak
ukur pemeratan pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pengelolaan pembiayaan. Menjadikan
UN sebagai sarana untuk mengukur pemeratan pendidikan di Indonesia tentunya
melanggar UU ini. Karena UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sedang
untuk mengukur keberhasilan pendidikan di suatu daerah perlu memperhatian aspek
lainnya. Dan tidak hanya terfokus pada peserta didik tetapi juga kepada tenaga
pendidik serta lembaga pendidikan di daerah tersebut.
3. Evaluasi
hasil belajar peserta didik seharsunya dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian,
UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Pemerintah dan pemerintah
daerah memang memiliki hak untuk melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.
Itupun tidak dapat dibenarkan, karena cara pemerintah mengevaluasi hasil
belajar siswa hanyalah melalui beberapa tes tertulis. Padahal penilaian semacam
itu seharusnya dilakukan secara berkala. Sehingga perkembangan peserta didik
dapat dipantau dengan baik. Jika UN bahkan tidak bisa menjadi tolak ukur dalam
mengukur kemampuan peserta didik, bagaimana UN dapat menjadi tolak ukur
pemerataan pendidikan di Indonesia. Dimana untuk memenuhi hal tersebut,
diperlukan cara yang tepat, tidak hanya dalam menilai kemampuan peserta didik
tetap juga dalam mengevaluasi kinerja pendidik, sistem pendidikan, sarana
prasarana pendidikan, dan lembaga pendidikan di daerah tersebut.
No comments:
Post a Comment