Thursday, November 14, 2019

My journey (love story) kisah cinta yang berliku-liku

Hi, perkenalkan namaku Ms. X (ini samaran yaa;)..) kali ini aku akan bercerita tentang sebuah perjalanan cinta yang penuh akan lika-liku percintaan. Dan aku saranin ketika kalian baca ini,  bayangin kalianlah yang ada di saat itu. Biar lebih dapet feelnya hehe XD

Day 1
Saat itu adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Yups, ini adalah hari pertamaku mengikuti aktivitas perkuliahan. Aku berkuliah di salah satu kampus perhotelan yang tidak begitu terkenal di daerahku. FYI, awalnya aku telah mendaftar di kampus perhotelan yang cukup terkenal, tapi karena tiba-tiba jurusan yang aku pilih ditiadakan (katanya sih karena siswa yang memilih jurusan itu sedikit), maka aku mencari kampus alternatif lainnya. 
Hari ini adalah hari pengenalan kampus yang sangat membosankan. Jujur, aku bahkan belum memiliki satu pun teman. Mungkin itulah alasan mengapa kegiatan ini terasa sangat membosankan. Hufffh.. Sudah hampir setengah hari aku mengikuti kegiatan ini, akhirnya aku bisa mendapatkan seorang teman juga. Seorang wanita yang sangat cantik, ramah, dan lucu. Dian, dialah orang yang membuat hari ini tidak sepenuhnya membosankan. Tapi aku sedikit heran dengannya, kenapa ia selalu tertawa walaupun tidak ada hal yang lucu. Hmm mungkin itu adalah karakternya ya.. Walaupun begitu aku harap kami akan menjadi teman baik nantinya. 
Ketika sedang asik mengobrol tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri kami. Dari pakaian yang dikenakannya aku yakin dia bukanlah maba. Hmm rupanya dia adalah senior yang menjadi salah satu panitia pelaksana kegiatan ini (aku liat dari nametagnya yaaa). Tiba-tiba ia langsung mengajakku berkenalan. Jujur bukannya senang, tapi aku saat ini sangat risih akan kehadirannya. Senior itu tidak begitu tampan, hanya saja ia cukup keren dengan kulit bersihnya dan tubuhnya yang tinggi. Ia meminta nomor wa ku, tapi tentu saja tidak ku berikan. Untuk apa aku memberikan no wa kepada pria lain, disaat aku sudah memiliki seorang kekasih. Namum, senior itu pantang menyerah, sehingga aku harus merelakan akun ig ku untuk dibagikan padanya. Yah setidaknya hanya ig, siapa pun dapat bertaman di ig bukan..
Perkenalan kami tidak begitu lama karena kegiatannya juga masih berlangsung. Dan Dian menertawakanku habis-habisan karena sikapku tadi. Aneh, walaupun ini hari pertama kita berkenalan tapi Dian sudah tidak canggung sedikit pun padaku. Mungkin hanya aku saja yang tidak pandai bergaul. 
Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kegiatan pengenalan kampus telah selesai, dan seluruh mahasiswa telah dibubarkan. Pacarku pun telah menungguku di gerbang kampus, karena beberapa saat sebelum kegiatannya berakhir aku telah menghubunginya untuk segera menjemputmu.
Di perjalanan kami saling bercengkrama, ia menanyakan bagaimana kegiatan pengenalan kampusku. Dan aku pun bercerita betapa membosankannya kegiatan itu dan bagaimana aku berkenalan dengan Dian. Tapi perkenalan dengan dengan senior itu tidak aku ceritakan. Bukan karena aku ingin menyembunyikannya, tapi aku pikir itu bukanlah hal penting untuk diceritakan. 
Next (ini baru cerita awalnya yaa, kalau kalian ingin tahu kelanjutan ceritanya,,, komen di kolom komentar yaaa) luvvvv

Argumen tentang Mosi “Ujian Nasional Sebagai Tolak Ukur Pemerataan Pendidikan”


MOSI
“Ujian Nasional Sebagai Tolak Ukur Pemerataan Pendidikan”

ARGUMEN:
PRO
Saya setuju dengan dijadikannya ujian nasional sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan karena:
1.      Pelaksanaan pendidikan di tiap daerah perlu diadakan evaluasi. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan UN. Melalui pelaksanaan UN pemerintah dapat melihat daerah mana saja yang masih terbelakang dalam hal pendidikan kognitif. Dengan menjadikan hasil UN itu sebagai tolak ukur, pemerintah dapat mencarikan solusi yang tepat agar pendidikan di daerah itu meningkat. Misalnya dengan meningkatkan kualitas tenaga pengajar ataupun meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan. Dengan usaha-usaha tersebut maka, pemerataan pendidikan dapat tercapai di Indonesia.
2.      Banyak yang beranggapan bahwa pelaksanaan ujian nasional tidak efektif karena tidak melibatkan proses belajar dalam penilaiannya. Namun, pada kenyataannya jika UN dilakukan dengan jujur dan sesuai peraturan yang berlaku, maka proses belajar itu akan tampak pada hasil UN…..
Tidak hanya kemampuan siswa yang dapat dievaluasi melalui UN, proses pembelajaran dan sistem pendidikan di sekolah atau daerah tersebut pun dapat dievaluasi. Sistem pendidikan serta proses pembelajaran yang baik, dengan tenaga pengajar yang kompeten dan sarana prasarana yang lengkap tentu akan membuka jalan peserta didik untuk memperoleh kesuksesan di UN.
Intinya walaupun ujian nasional hanya berlangsung selama beberapa hari. Tetapi, jika dilaksanakan dengan jujur, ujian nasional dapat menggambarkan keseluruhan proses pendidikan selama 3 tahun terakhir di daerah tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa UN merupakan media yang tepat untuk menjadi tolak ukur pemeratan pendidikan di Indonesia.
3.      UN merupakan salah satu cara paling efektiv untuk memetakan pendidikan di setiap daerah. Karena dengan meminta siswa di seluruh daerah di Indonesia menjawab soal-soal dengan tingkat kesulitan yang sama. Maka pemerintah akan dapat mengetahui kemampuan peserta didik di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Biaya yang dikeluarkan pun dapat dihemat melalui pelaksanaan evaluasi yang singkat.  Selain itu, belum ada acara lain yang lebih efektiv untuk menjadi tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia. Jika seandainya UN tidak dilaksanakan, dan proses evaluasi peserta didik diserahakn sepenuhnya kepada pihak pengajar, tentunya akan sulit untuk membandingkan pendidikan di daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sebab nilai yang diberikan didasarkan pada penilaian subjektif dari pendidik. Selain itu, rentang nilai di daerah A belum tentu sama dengan daerah B. seseorang yg mendapat nilai lebih kecil dari orang lain yang berasal dari daerah yang berbeda belum tentu memiliki kemampuan yang lebih buruk. Hal ini dikarenakan tidak adanya standar yang pasti bagi tenaga pendidik untuk memberikan nilai kepada peserta didik. Untuk menciptakan standar penilaian nasionallah UN diadakan.
KONTRA
Saya tidak setuju dengan dijadikannya ujian nasional sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan karena:
1.      Dilihat dari aspek pedagogis, dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan teori yang telah didapat. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

Sangat penting untuk menyertakan ketiga aspek kemampuan siswa ini dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik. Sayangnya Ujian Nasional tidak memenuhi standar tersebut. Yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif. Sangat tidak dibenarkan bagi pemerintah untuk mengkur kemampuan siswa hanya dari satu aspek ini saja. Apalagi menjadikannya sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia. Karena pada kenyataannya ada daerah-daerah tertentu yang lebih unggul dalam aspek afektif dan psikomotor dibanding daerah lain, namun sedikit tertinggal dalam aspek kognitif karena keterbatasan sarana dan prasarana. Di sisi lain, terdapat lebih banyak lagi daerah-daerah yang memfokuskan diri untuk unggul di bidang kognitif, dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya. Melihat kondisi ini, tentunya sangat tidak efektif menjadikan UN sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia.

2.       Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, standar nasional pendidikan yang dapat dijadikan tolak ukur pemeratan pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pengelolaan pembiayaan. Menjadikan UN sebagai sarana untuk mengukur pemeratan pendidikan di Indonesia tentunya melanggar UU ini. Karena UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sedang untuk mengukur keberhasilan pendidikan di suatu daerah perlu memperhatian aspek lainnya. Dan tidak hanya terfokus pada peserta didik tetapi juga kepada tenaga pendidik serta lembaga pendidikan di daerah tersebut.

3.      Evaluasi hasil belajar peserta didik seharsunya dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Pemerintah dan pemerintah daerah memang memiliki hak untuk melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik. Itupun tidak dapat dibenarkan, karena cara pemerintah mengevaluasi hasil belajar siswa hanyalah melalui beberapa tes tertulis. Padahal penilaian semacam itu seharusnya dilakukan secara berkala. Sehingga perkembangan peserta didik dapat dipantau dengan baik. Jika UN bahkan tidak bisa menjadi tolak ukur dalam mengukur kemampuan peserta didik, bagaimana UN dapat menjadi tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia. Dimana untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan cara yang tepat, tidak hanya dalam menilai kemampuan peserta didik tetap juga dalam mengevaluasi kinerja pendidik, sistem pendidikan, sarana prasarana pendidikan, dan lembaga pendidikan di daerah tersebut.

Teks Ceramah


Selamat pagi Bapak/Ibu Guru selaku pendamping yang saya hormati serta adik-adik kelas VII yang saya cintai. Apakabar semuanya….? Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan kepada saya, untuk mengadakan suatu kegiatan dalam rangka mengisi waktu luang. Sebelum itu, mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kita dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan yang sehat dengan hati yang tentunya bergembira.
Untuk mengisi waktu luang ini, saya akan menyampaikan sedikit uraian tentang dampak buruk media sosial bagi pelajar. Semoga uraian yang akan saya sampaikan dapat bermanfaat bagi hadirin sekalian, khususnya adik-adik yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Apabila nantinya ada di antara adik-adik yang memiliki pertanyaan mengenai materi yang saya sampaikan, adik-adik dapat mencatatnya terlebih dahulu dan menyampaikannya setelah penyampaian materi secara bergiliran.
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Dengan adanya media sosial ini, masyarakat diharapkan mampu memanfaatkannya sebaik mungkin guna meringankan pekerjaan serta meningkatkan kreativitas.
Dalam hal ini, pelajar merupakan salah satu kelompok pengguna media sosial yang sangat aktif. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti keharusan dan faktor zaman. Seperti yang kita ketahui, seringkali tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepada siswanya mengharuskan mereka untuk memanfaatkan media sosial itu guna menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Namun, pada usia ini, kita sebagai para pelajar pastinya memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Sementara media sosial ini memungkinkan para pelajar untuk mengakses segala hal yang tentunya tidak memandang dampak baik atau buruknya bagi pelajar. Selain itu, pastinya adik-adik juga pernah melihat adanya iklan-iklan yang tidak pantas terlampir pada media sosial dan saya yakin beberapa di antara kalian pastinya ingin mengetahui hal tersebut lebih dalam. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengamanan dari media sosial itu sendiri. Maka dari itu, saya harapkan adik-adik mampu memanfaatkan kelebihan media sosial dengan cara dan untuk tujuan yang tepat.
Dewasa ini, juga sering terjadi keributan antar pelajar melalui media sosial karena kemudahan yang diberikan oleh media sosial dalam menyampaikan komentar. Media sosial tidak dapat mem-filter atau menyaring kata-kata yang baik atau buruk yang mereka tulis melalui akun media sosial mereka masing-masing. Maka tak jarang keributan di media sosial akan terbawa hingga ke dunia nyata.
Selain dampak tersebut, ada juga dampak yang dapat ditimbulkan media sosial bagi para pelajar, antara lain menurunkan minat belajar para siswa yang akan berdampak pada nilai siswa, berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan karena efek radiasi dari alat yang digunakan untuk mengakses media sosial, cenderung percaya akan informasi yang belum terjamin kebenarannya, dan kurangnya bersosialisasi di dunia nyata karena lebih aktif di dunia maya, sehingga dapat merusak generasi bangsa.
Hadirin sekalian, melalui uraian tersebut dapat kita ketahui beberapa dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan media sosial. Jadi, selaku pelajar kita harus memanfaatkan media sosial itu sebaik mungkin, dan kita harus dapat memilah hal-hal positif dan negatif yang dapat diberikan dan ditimbulkan oleh media sosial. Karena sebagai generasi terpelajar, kita harus menunjukkan dan mengembangkan sikap terpuji dalam diri kita. Dan untuk bapak/ibu guru selaku pendamping sekaligus orang tua siswa disekolah, saya harapkan mampu mengarahkan siswa-siswinya kearah yang tepat dan mau memperbaiki setiap kesalahan yang dilakukan oleh para pelajar. Mari kita bersama-sama membentuk generasi muda yang cakap, cerdas, serta berintegritas untuk membangun Negara Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Dan acara selanjutnya akan saya lanjutkan ke sesi tanya jawab.
Demikian urain tentang dampak buruk media sosial bagi pelajar yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Apabila adanya kesalahan kata dalam berlangsungnya kegiatan ini baik disengaja ataupun tidak disengaja, maka saya mohon maaf atas hal tersebut. Atas perhatian hadirin sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Orti Bali (Gatra Bali)


Om Swastyastu,
Pamiarsa rasa angayubagia titiang (wastan) rauh malih ring ajeng pamiarsa jagi ngaturang gatra mabasa bali sajeroning gatra bali ring TVRI Bali. Ainggih pamiarsa durus piarsayang gatra bali sajangkepnyane. Aturang titiang gatra kapartama, pamiarsa pedasan hektar palemahan pasawahan ring subak gombeng kaler desa nyalian klungkung nenten karunguang olih krama tani puniki, sangkaning sampun kalih tiban nenten ngamolihang toya. Rauh mangkin karma tani kantun nyantos kakepas pamerintah apeketan ring pikobet toya sane karepin.
Sapuniki pakantenan palemahan pasawahan ring subak gombeng kaler desa nyalian kabupaten klungkung sasampune kalih tiban nenten ngamolihang toya, tambis makasami pasawahan katumbuhin makatah entik-entikan liar sangkaning sampun nenten malih karunguang olih karma tani sane nuenang utawi panggarakne. Nenten karunguangne pasawahan puniki mawiwit saking kidikne pasokan toya sane kapolihang utawi kalirang saking bendungan giri sane wenten ring desa tembuku bangle. Punika mawinan sangkaning jimbarne pasawahan sane patut kambahang toya ring subak gombeng kaler. Prajuru subak nepasang antuk magiliran sakewanten majeng ring palemahan pasawahan sane wenten ring sisi kaler, sangkaning genahne sane doh ngawinang embahan toya nenten sida kalirang mawinang kalih tiban ngetuh. Tiosan ring mewehanne ngamilihang toya, seka pasubakan gombeng taler ngarepin pikobet makehne bojog sane ngusik tanduranne. Mawinan karma tani desa puniki sakadi sampun ngekoh ngolah tegal pasawahanne.
Sangkaning ngabotne pikobet sane karepin puniki, sampun makeh karma tani sane ngambil swagina tiosan sakadi buruh tani utawi tukang ring desane. Tiosan punika sane mautsaha nglanturang swagina pinaka petani ngubah pasawahanne dados perkebunan majalaran nandur cengkeh. Karma tani subak gombeng tambengan mangkin kantun nyantos solusi saking pemerintah sajeroning nawehin pikobet ngamolihang toya mangda sida malih nandur padi, saking klungkung TVRI Bali.
Ainggih pamiarsa wantah asapunika gatra bali sane prasida kaaturang ring rahinane mangkin. Nenten lali titiang ngaturang suksma antuk uratian pamiarsa sane sampun ngamiletin gatrane puniki. Pinaka wusan uning atur puputang titiang antuk parama santih.
Om Santih, Santih, Santih Om

Wednesday, November 13, 2019

ENGLISH SPEECH TEXT


Greeting

Looking for science
Dear Brother and Sister, Ladies and Gentlement
First of all, let’s thank GOD the almighty who has been giving us his mercies and blessings until we can attend this meeting without any obstacle in this place and time.
Secondly, I’ll never forget to Mrs. Rayani who has given me opportunity to deliver a speech here.
Standing in front of you all, I would like to present my speech under the title of LOOKING FOR SCIENCE
Our prophet peace be upon him said: the acquisition of knowledge is a duty incumbent on every moslem, male and female.
According to the above hadits, we are obliged to seek knowledge and science. Because science is very important to our life. With science we can conquer all creatures in the world, such as a big mountains, giant trees, fierce animals and so on. We can collect various animal in the zoo, we can fly faster than any kind of birds when we get on the aeroplane.
Reason is the capital to look for science, the other creatures like animals plants and things have no reason, therefore they are unable to look for science. Accordingly if we don’t utilize our capital of reason to look for science as much as possible, it is very pity. If we have no science, we are the same as the other creatures even worse than they are. But if we have science we will be the best creatures in the world. It is possible for us to get science without doing anything. To get the science, we must study hard wherever and whenever we are. If it is necessary please study abroad like in china or in other foreign countries. And there is no limitation of time to study. Our prophet has said also, “seek knowledge from the cradle to the grave”.
That’s all for the time being. It hoped that you understood my speech well.
Finally, I would like you to forgive my fault if any. I am afraid I can not find the suitable words how to thank for your full attention. May the almighty bestow on us his endless blessings for this faithful activity.

Closing

Cerpen Bahasa Bali

Tresna ring SMA
Widya Nindya wantah sisia sané kasub ring SMA Bhakti Guru sawiréh antuk parilaksanané sané corah “demen ngae masalah”. Sabilang wai ia stata kaukina teken guruné tur stata baanga munyi. Uli munyi alus kanti munyi jelé suba taén dingeha, nanging nénten masih nyidayang ngubah corah ipun. Ia nénten ngelah timpal ring sekolah punika sawiréh liu anak luh sane tusing nemenin. Nanging krana kajegégan paras ipun, liu anak muani sané nemenang.
“Kring..kring..” Bél sekolah sampun mamunyi, nanging Widya ten masih ngenah lawat nyané. Novi sané wantah sekretaris paling, jagi ngisinin absén. Sawireh ia nénten nawang napi sané jagi katulis ring abséné punika. Jam 06.00 alarm sané kasetél olih Widya mamunyi. Sampun 30 menit saking munyin alarm punika, nanging Widya nénten masih makrisikan. Matan ainé sampun nyinarang gumi, ditu mara Widya kijap-kijep di pasaréannyané. “Aduhh..” makesiab ia ningalin gumi sané sampun galang. Nah jani suba ia lakar buin baanga munyi tekén guruné. Lantas ngénggalang ia malaib ka kamar mandi nanging nénten manjus, wantah masugi kéwanten. Ngénggalang ia nganggén seragam sekolahnyané tur nyemak tas sawiréh ia sampun kasép. Aget ibi sanja ia sampun ngampilang buku sané jagi kabakta mangkin.
Becat sajan pelaib Widyané ka sekolah, kanti cara uber cicing. Sasampuné ia neked di sekolah, tepukina sekolahné sampun sepi. Liu kelas sané sampun wénten guru. Krana punika ngerutug bayuné rikalaning jagi macelep ka kelas. “Aduh.. jani suba buin kal maan munyi jelé.” Yadiastun ia murid sané madué parilaksana sané corah, nanging ia stata nyeh yening suba guruné ngemaang munyi jelé. Awanan ipun nénten taén baanga munyi jelé ring jumahnyané. Dengak-dengok ia ring jendéla kelasé, lantang kanti baongné ngalinang guru di kelasné. “Sstt…sstt…Yan, Yan” Cenik sajan munyin Widyané ngaukin Wayan Bima. Makipekan Wayan Bima tur ngejitang alisné. “Ada guru?” Takonnyané tanpa suara, ulian bes gigis munyiné. Nanging uli ningalin kemikanné dogén I Wayan suba ngerti. Wayan Bima kitak-kituk, punika nyihnayang ring kelasé punika wantah nénten wénten guru. Lega keneh Widyané. Ngénggalang ia macelep ka kelas tur negak di tongosnyané, apang tusing tingale tekén guruné.
Kondén ade molas menit ia negak di tongosnyané guruné suba teka. Ngénggalang ia mesuang buku uli tasné. Lantas dingaha sisia sane luh masuryak, sakadi anak mabalih tajen. Ia matakon Teken Wayan Bima sawiréh ia dot nawang napi mawinan sisia sane luh masuryak.
“Nak ada apa Yan?”
“Ohh, to ada murid baru sané bagus ring mukak kelas.”
“Ohh..” Biasa dogen pasaut Widyané, santukan ia malianan ring anak luh sane lenan.
Madé Satria wantah adan murid baruné punika. Ia wantah pindahan saking SMAN 1 Gianyar. Rupannyané bagus sakadi Arjuna. Ritatkala ia nyihnayang anggannyané, liu anak luh sane meleng ipun. Sasampuné ia nyihnayang angga, lantas ibu guru ngerarisang ipun negak ring bangku kosong sané magenah ring duri. Ipun wantah murid sané dueg. Sekancan pitakén sané kaicén olih guru prasida kacawis olih ipun. Sisya sane luh kenyam-kenyem sabilang ipun nyautin pitakén guruné.
“Kring..kring..” Bél istirahat mamunyi. Magrudug para sisiané ka kantin. Wayan Bima selaku ketua kelas makeneh ngajakin Méde Satria bareng ka kantin.
“Dé, bareng ka kantin?”
“Ten bli, tiang sampun mabekel ajengan ring jumah.”
“Wayan Bima” Wayan Bima ngulurin limane jagi makenalan sareng Madé Satria tur kawales olih Made Satria.
“Nah yén kéto raga kal ka kantin malu nah.”
Madé Satria anggut-anggut nyautin munyin Wayan Bimané.
Ring tengah kelas, Madé Satria ningalin anak luh padidian sedek ngajeng ajengannyané. Lantas Madé Satria nyemak bekelnyane tur negak di samping anak luh ento. Marasa ada anak sané negak ring sampingnyané, makipekan lantas Widya jagi ningalin nyén sané negak disampingnyané.
“Madé Satria” raosnyané dot makenalan ngajak Widya.
“Widya” Saut Widya masebeng.
Ningalin sebeng Widya sané masem ngranayang Madé Satria tusing bani mesuang munyi buin. Nanging sabilang jam istirahat ipun stata ngajeng bekalnyané sareng Widya.  
Gelisang carita, sampun 3 bulan Madé Satria ngeranjing ring sekolah puniki. Sabilang wai stata ada surat tur coklat ring bangkunyané. Ia nénten taén ngerambang isin suraté punika, nanging coklat punika stata kaajeng olih ipun tekén Widya ring jam istirahat. Widya sané stata masebeng masem, mangkin sampun ngédéngin kenyem manis. Sabilang Widya malaksana corah Madé Satria stata ngicénin piteket mangda ipun nénten malih malaksana corah. Liu anak sané iri tekéning ipun. Sisia sané lanang iri tekén Madé Satria sané nyidayang leket sareng Widya. Sisia sané luh iri tekén Widya sané stata paekina olih Madé Satria, yadiastun parilaksanannyané corah. Liu anak sané ngortang ipun ajak dadua. Nanging Madé Satria taler Widya nénten taén ngerambang orta sane nénten becik. Santukan ipun sampun marasa luung tekén pasawitrannyané.
Mangkin wantah dina Wraspati, Madé Satria semengan sampun ring sekolah sawiréh ia maan duman pikét semengan. Rikala ia majalan nuju kelas, ia ningehang ada anak uyut. Makesiab ia ningalin Widya sampun saling jambak ajak anak luh lénan. Tegulanné benyah, muané liu matatu. Tepukina guruné sedek iteh malasin ipun makakalih. Kedenga ipun tur abana ka Ruang Guru. Madé Satria nututin uling duri tur ngantiang Widya pesu uling Ruang Guru. Ring ruang guru Widya baanga munyi-munyi jelé tekén guruné. Kenyel guruné suba ngorahin ia, nanging nénten masih ada perubahan neng bedik. Santukan suba kaliwat pedih guruné, lantas abana ia ke Ruang Kepala Sekolah. Suba a jam Madé Satria ngantiang di mukak pintuné, nanging Widya nénten pesu-pesu. “Ceklek” mabukak pintuné, tepukina Widya pesu padidian. Ningalin sebengné sane layu, Made Satria sing bani mesuang munyi. Gandenga liman Widyané nganti ka kelas. 
“Nak éngken Luh?” 
“Titiang sing dadi ka sekolah buin Dé.” Ngetél yéh mata Widyané nyaurin.
“Adi bisa Luh?” Tusing ngerti Madé Satria tekén pasaut Widyané.
“Titiang suba pesuanga uling sekolah. Titiang pelih..lengeh sajan titiang. Kenken jani carané titiang ngorang tekén mémén titiangé, pasti lék sajan ia ngelah pianak cara titiang.” Sigsigan kanti ia ngeling.
“Luh dingehang je munyin titiangé. Titiang tusing nawang nguda Iluh kanti malaksana kéto. Titiang sing je melihang Iluh, ten masih ngilonin Iluh. Nanging jani nasiné suba dadi bubuh, iraga ten nyidayang nadiang bubuh punika dadi nasi buin. Sakéwala Iluh nu nyidayang menehin kapelihan Iluh antuk stata malaksana becik. Mirib mula mémén Iluh lakar pedih, nanging Iluh tetep pianakné. Iluh wantah patut nunas ampura tur majanji mangda nénten buin malaksana corah. I mémé ten nyidayang pedih lebihan kén awai tekén pianaknyané.” Madé Satria nuturin Widya sakadi reramané. Ngigisang eling Widyané sasampuné ningehang pitutur Madé Satriané.
Abulan suba majalan uling dugas Widya pesuanga uling sekolah. Widya sampun masuk ring sekolah baru. Madé Satria sesai malali ka umah Widyané. Mangkin Widya sampun dadi anak luh sané becik. Made Satria demen ningalin parilaksana Widyané sakadi mangkin. Rasa tresna mentik ring atin ipun ajaka dadua. Suba pitung bulan ipun matunangan. Sabilang mulih uling sekolah, Madé Satria satata nganggur ka umah Widyané. Mabunga atin Widyané sabilang matemu sareng Madé Satria, punika taler sané karasayang olih Madé Satria. 
Gelisang cerita, tamat sampun Madé Satria sareng Widya uli SMA. Ipun ajaka dadua lakar ngelanjutin pendidikannyané. Nanging Madé Satria lakar ngelanjutin kuliahnyané ring luar negeri. Widya sampun nawang Madé Satria lakar kuliah ring luar negeri. Madé Satria ngorahin Widya ngantiang deweknyané kanti lulus tur majanji lakar mulih sabilang 6 bulan. Nanging Widya nagih suud matunangan sareng Madé Satria. Madé Satria ten nyak suud sareng Widya. Ia sujati tresna tekéning Widya. Madé Satria nakonang napi sané ngranayang Widya nagih suud saréng ipun. Napike widya nénten tresna tekéning ipun. Ia taler nunas ampura yéning ia wénten pelih sareng Widya. Nanging Widya ten taén masaut sabilang takonina.
“Dé, titiang sujati tresna tekéning Madé. Titiang nénten kayun malih jagi ngerépotin Madé. Titiang sampun sesai ngaé Madé sakit tur kenyel nepukin sekancan parisolah titiang sané nénten becik. Titiang matur suksma banget tekéning Madé sané stata nuturin titiang tur sane ngaé titiang sekadi puniki. Yéning titiang ten katemu sareng Madé, jati titiang ten nyidayang dadi anak luh sakadi mangkin. Hidup titiang sinah nénten pacang becik. Titiang dot Madé makatang anak luh sané becikan tekén titiang.” Punika wantah daging manah ipun.
Punika wantah panguntat indik carita tresnanipun. Madé Satria ngelanjutang sekolahnyané ka luar negeri tur ia kilangan tresna sujatinnyané.
Olih: SJ